Minggu, 11 Oktober 2015

Cerita Dongeng Ratu Aji Bidara Putih

Gerbang Cerita – Kecamatan Muara Kaman (Kalimantan Timur) terletak di tepi sungai Mahakam. Jaraknya cukup jauh dari kota Samarinda. Keadaan perkampungannya terdiri dari rumah-rumah papan yang sederhana. Di wilayah ini beredar sebuah cerita legenda yang sangat dikenal oleh penduduk. Kisah tentang seorang ratu yang cantik jelita dengan pasukan lipan raksasanya.


Pada zaman dahulu kala, negeri Muara Kaman diperintah oleh seorang ratu namanya Ratu aji Bidara Putih. Ratu Aji Bidara Putih adalah seorang gadis yang cantik jelita. Memiliki pribadi yang anggun dan penampilannya yang sangat bijaksana. Semua kelebihannya itu membuat ia terkenal sampai di mana-mana, bahkan sampai ke manca negara. Sang Ratu benar-benar bagaikan kembang yang cantik, harum mewangi. Maka tidaklah mengherankan apabila kemudian banyak Raja, Pangeran, dan Bangsawan yang ingin mempersunting ia sebagai seorang istri.

Pinangan demi pinangan mengalir bagai air sungai Mahakam yang tak pernah berhenti mengalir. Namun san Ratu selalu menolaknya. “Belum saatnya aku memikirkan pernikahan. Diriku dan perhatianku masih dibutuhkan oleh rakyat yang kucintai. Aku masih ingin terus memajukan negeri ini.” Ujarnya.

Kemudian pada suatu hari, muncul lah sebuah kapal besar dari negeri China. Kapal itu melayari sungai Mahakam yang luas bagaikan lautan. Menuju ke arah hulu hingga akhirnya berlabuh tidak jauh dari pelabuhan negeri Muara Kaman.

Penduduk setempat mengira penumpang kapal itu datang untuk berdagang. Sebab waktu itu sudah umum bagi kapal-kapal asing datang dan singgah untuk berdagang. Akan tetapi, ternyata penumpang kapal tersebut itu mempunyai tujuan yang lain.

Sesungguhnya kapal itu adalah kapal milik seorang Pangeran yang terkenal kekayaannya di negeri China. Ia disertai sepasukan prajurit yang gagah perkasa dan sangat mahir dalam ilmu beladiri. Kedatangannya ke Muara Kaman semata-mata hanya dengan satu tujuan. Bukan mau datang untuk berdagang akan tetapi mau meminang Ratu Aji Bidara Putih.

Kemudian turunlah para utusan sang Pangeran. Mereka menghadap Ratu Aji Bidara Putih di istana negeri. Mereka membawa barang-barang antik dari emas, dan keramik China yang terkenal. Semua itu mereka persembahkan sebagai hadiah untuk Ratu Aji Bidara Putih dari junjungan mereka. Sambil berbuat demikian mereka menyampaikan pinangan Sang Pangeran.

Kali ini Sang Ratu tidak langsung menolak, ia mengatakan bahwa ia masih akan memikirkan pinangan Sang Pangeran. Lalu dipersilahkannya para utusan kembali ke kapal. Setelah para utusan meninggalkan istana, Sang Ratu memanggil seorang punggawa kepercayaannya.

“Paman” ujar Sang Ratu, “para utusan tadi terasa sangat menyanjung-nyanjung junjungannya. Bahwa Pangeran itu tampan, kaya, dan perkasa. Aku jadi penasaran ingin tahu apakah itu semua benar atau Cuma bualan belaka. Untuk itu aku membutuhkan bantuanmu.”
“Apa yang mesti saya lakukan, Tuanku?” tanya si punggawa.
“Nanti malam usahakanlah kau menyelinap secara diam-diam ke atas kapal asing itu. Selidikilah keadaan Pangeran itu. Kemudian laporkan hasilnya kepadaku.”

“Baik, Tuanku. Perintah Anda akan saya laksanakan sebaik-baiknya.” Ketika selimut malam turun ke bumi, si punggawa pun berangkat melaksanakan perintah junjungannya. Dengan keahliannya ia menyebrangi sungai tanpa suara. Lau ia melompat naik ke atas geladak kapal yang sunyi. Dengan gerak-gerik waspada ia menghindari para penjaga. Dengan hati-hati ia mencari bilik Sang Pangeran sampai akhirnya ia berhasil menemukannya.

Pintu bilik yang sangat mewah itu tertutup rapat. Tetapi keadaan di dalamnya masih benderang, tanda bahwa Sang Pangeran belum tidur. Si punggawa mencari celah untuk mengintip ke dalam bilik, mendengarkan suara-suara dari dalam bilik.

Pada saat itu, sebenarnya Sang Pangeran China sedang makan dengan sumpit, sambil sesekali menyeruput arak dari cawan. Suara decap dan menyeruput mulutnya mengejutkan si punggawa Ratu Aji Bidara Putih.

“Astaghfirullah... Suara ketika mengingatkanku kepada.. kepada apa ya?” pikir si punggawa sambil mengingat-ingat.

Kemudia si punggawa benar-benar ingat. Pada waktu ia berburu dan melihat babi hutan sedang minum di anak sungai. Suaranya juga berdecap-decap dan menyeruput seperti itu. Ia juga mengingat pada suara dari mulut anjing dan kucing ketika sedang melahap makanan.

“Ah.. ya benar-benar persis.. persis seperti suara yang aku dengar! Jadi jangan-jangan..” Tiba-tiba mata si punggawa terbeladak. Seperti orang teringat sesuatu yang mengejutkan. Hampir serentak dengan itu, ia pun menyelinap meninggalkan tempat bersembunyi. Ia meninggalkan kapal dan segera cepat-cepat kembali untuk melaporkan kepada Ratu Aji Bidara Putih.

“Kau jangan mengadaada Paman,” tegur Ratu setelah mendengar laporan si punggawanya itu.
“Saya tidak mengada-ada, Tuanku! Suaranya ketika makan tadi meyakinkan saya,” kata si punggawa.
“Pangeran itu pasti bukan manusia seperti kita. Pasti dia siluman!! Entah siluman babi hutan, anjing, atau kucing. Pokonya siluman! Hanya pada waktu siang hari ia berubah wujud menjadi manusia! Percayalah Tuanku. Saya tiidak mengada-ada...”

Penjelasan si punggawa yang meyakinkan membuat Sang Ratu akhirnya percaya. Tidak lucu pikirnya, kalau ia sampai menikah dengan siluman. Padahal banyak Raja dan Pangeran tampan yang telah meminangnya. Maka pada keesokan harinya dengan tegas ia menyatakan penolakannya terhadap pinangan Pangeran tersebut.

Sang Pangeran sangat murka mendengar penolakkan Ratu Aji Bidara Putih. “Berani benar putri itu menolaknya.” Kata Sang Pangeran geram. Dalam kemurkaanya ia segera memerintahkan pada para prajuritnya untuk menyerang negeri Muara Kaman.

Pera perajurit itu pun mulai menyerbu negeri Muara Kaman. Sangat terlihat bahwa mereka lebih berpengalaman dalam seni bertempur. Para perajurit Muara Kaman terdesak, korban yang jatuh pun semakin bertambah banyak. Sementara para perajurit suruhan Sang Pangeran semakin dekat ke arah istana.

Ratu Aji Bidara Putih merasa sangat sedih dan panik. Namun kemudian ia berusaha menenangkan pikirannya. Ia mengheningkan cipta setelah itu ia mengunyah sirih. Kemudia kunyahan sepah sirih itu digenggamnya erat-erat. Lalu berkata, “Jika benar aku keturunan Raja-Raja yang sakti, terjadillah sesuatu yang dapat mengusir musuh yang sedang mengancam negeriku!”

Serentak dengan itu dilemparkannya sepah sirih itu ke arena pertempuran dan tiba-tiba sepah sirih itu berubah menjadi lipan-lipan besar dan segera menyerang para perajurit Pangeran China. Para perajurit itu menjadi sangat ketakutan mereka semua langsung lari tunggang-langgang dan kembali ke kapal.

Tetapi lipan-lipan itu tidak berhenti menyerbu. Tiga ekor lipan raksasa mewakili kelompoknya. Mereka berenang ke kapal, lalu membalikannya hingga kapal itu terballik dan tenggelam beserta seluruh penumpang dan isinya.

Tempat bekas tenggelamnya kapal itu pun hingga kini oleh penduduk Muara Kaman disebut Danau Lipan. Konon, menurut empunya cerita, dulu di tempat itu sesekali ditemukan barang-barang antik dari negeri China.

Demikian cerita dongeng atau cerita rakyat Ratu Aji Bidara Putih, semoga dapat menghibur Anda semua di mana pun Anda berada.

Referensi Saya : Search Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar