Kamis, 22 Oktober 2015

Cerita Dongeng Legenda Bukit Catu

Gerbang Cerita - Pada zaman dahulu kala ada sebuah desa di Bali di mana mayoritas penduduknya bekerja sebagai seorang petani. Salah satu seorang dari petani itu bernama Jurna. Dia asalah seorang petani yang sangat rajin, yang selalu memiliki panen sangat besar. Nammun, dia tidak pernah merasa puas, ia ingin memiliki panen yang lebih banyak dan lebih banyak lagi.


"Aku akan berjanji untuk Dewa. Jika mereka memberikan saya lebih daripada panen saya miliki sekarang, saya akan memberi mereka persembahan dan saya akan berbagi panen ke tetangga." kata Jurna pada istrinya.

"Saya setuju. Tapi ingatlah, Bapak harus memenuhi janji Bapak sendiri," sahut istrinya.
Segera, Jurna memiliki  panen lebih baik dan lebih banyak. Dia memilki lebih banyak beras dari pada yang pernah ia peroleh sebelumnya. Tentunya, dia merasa sangat senang. Dan seperti yang dijanjikan, ia mempersiapkan persembahan kepada para Dewa dan juga membagi perolehan panennya tersebut kepada tetangga-tetangganya dan mereka semua sangat bahagia.

Hanya saja, Jurna masih merasa kurang puas dengan hasil yang diperolehnya sekarang ini. Dia ingin memiliki panen yang lebih baik lebih banyak dan jauh lebih benyak lagi. Oleh karena itu, ia kembali berjanji kepada Dewa bahwa ia akan menggandakan persembahannya dan berbagi lagi dengan tetangga-tetangganya.

Kenginannya pun terkabulkan, panen yang diperolehnya pun jauh lebih baik dan jauh lebih banyak dibandingkan dengan panen sebelumnya. Para petni yang lain di desanya mengagumi keberhasilan sang Jurna. Mereka sangat senang dengan hal tersebut, karena Jurna membagi hasil penennya kepada mereka.

Suatu hari, Jurna pergi ke sawahnya. Ketika tiba, dia melihat tumpukan tanah di tanah, seperti sebuah catu. Catu terbuat dari tempurung kelapa, yang dipakai untuk mengukur jumlah beras. Di rumah, Jurna membicarakan tentang tanah yang mencuat bak catu kepada istrinya.

Istri Jurna lalu mempunyai ide. "Mari kita membuat catu dari beras," kata istrinya. Jurna pun setuju dengan ide istrinya. Kemudian, mereka membentuk nasi seperti catu.

Pada hari berikutnya, Jurna pergi ke sawahnya dan memperhatikan catu tanah yang ada di sawahnya. Dia memperhatikan catu tanah di sawahnya semakin membesar.

"Aku akan membuat nasi catu lebih besar dari ini," kata si Jurna sendiri. Dia meminta istrinya untuk membuat catu nasi yang lebih besar lagi. Dia merasa sangat puas, dia ingin menunjukkan kenaikan catu kepada tetangganya. Ia berharap tetangganya akan mengungkit dia sebagai orang kaya, dan begitulah jadinya, para tetangganya memuji Jurna dan istrinya! Jurna pun semakin besar kepala.
Pada hari berikutnya, Jurna pergi ke sawahnya. Dia berharap catu tanah tidak semakin besar dan besar lagi. Akan tetapi harapannya tidak sesuai. Anehnya, catu tanah lebih besar lagi.

"Jangan khawatir, saya punya banyak beras di rumah. Saya bisa membuat nasi catu besar seperti itu," kata si Jurna dengan gaya arogan. Sementara dia membuat catu beras, dia berpikir bagaimana tetangganya akan mengungkit dirinya. Dan keinginannya terpenuhi. Semua tetangga begitu kagum dengan besarnya catu beras. Mereka semua mengatakan bahwa Jurna sangat kaya. Si Jurna pun semakin arogan.

Kemudian Jurna pergi ke sawahnya. Dia berharap catu tanah akan berhenti tumbuh. Tapi, dia salah. Sekali lagi, itu menjadi jauh lebih besar dari sebelumnya. Jurna benar-benar marah. Dia membuat beras catu lebih besar dari sebelumnya. Ini selalu berulang. Setiap kali pergi ke sawah, Jurna selalu menemukan catu tanah menjadi lebih besar dan lebih besar lagi dari pada sebelumnya.

Istri Jurna selalu mengingatkan Jurna untuk berhenti membuat beras catu. Sang istri mengatakan bahwa keuntungan yang didapat dari pertanian makin sedikit, karena terpakai untuk membuat catu nasi.

Akan tetapi, Jurna yang merasa jumawa mengabaikannya. Dia hanya berpikir begaimana dia bisa membuat catu berasnya lebih besar dari catu tanah. Segera dia kehilangan semua nasinya. Ia pun akhirnya menjadi miskin. Jurna pun menyesali perilaku buruk yang ia lakukan.

Sementara itu, catu tanah menjadi sangat besar, rasannya seperti bukit. Orang-orang kemudian menamakannya sebagai "Catu Hill" atau "Bukit Catu".

Hikmah yang dapat kita temui dari cerita ini yaitu ketamakan justru akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri. Demikianlah cerita dongeng legenda bukit catu, semoga dapat bermanfaat untuk kita dan tentunya dapat menghibur Anda semua.

Referensi Saya : Search Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar