Gerbang Cerita - Tersebutlah pada zaman dahulu kala, di daerah lampung yang pernah hidup seorang anak manja bernama Buyung. Semua yang di inginkan si Buyung selalu di turuti oleh kedua orang tuanya. Hasilnya, ia menjadi anak yang pemalas dan sangat manja. Sifat ini terus menerus berlanjut sampai Buyung beranjak dewasa dan menikah dengan seorang perempuan cantik. Akan tetapi, karena masih memiliki kedua orangtua, Buyung masih merasa tetap tenang.
Permasalahannya, kedua orang tua si Buyung tidak hidup selamanya. Suatu ketika mereka meninggal dunia lantaran sakit parah. Tak tanggung-tanggung, penyakit tersebut menyerang kedua orang tuanya sekaligus. Jadilah, Buyung ditinggal mereka berdua sekaligus. Saat itu lah Buyung tetap tenang. Toh, sebagai anak tunggal, ia mewarisi seluruh harta kedua orang tuanya dan berpikiran bahwa harta peninggalan orang tuanya tidak akan habis dimakan tujuh turunan.
Dasar si Buyung, setelah kematian kedua orang tuanya pun, ia tetap tidak melakukan apapun untuk menambah atau setidaknya mempertahankan harta kedua orang tuanya itu. Malahan yang ia lakukan justru membuang-buang uang saja. Alhasil, harta yang seharusnya cukup dimakan tujuh turunan, ludes tanpa sisa dalam beberapa tahun. Inilah yang kemudian membuat si Buyung kebingungan bukan kepalang.
Istri si Buyung berbincang dengan suaminya, dan memberikan solusi kepadanya untuk berguru. "Sebaiknya abang pergi merantau dan berguru kepada orang-orang pandai. siapa tahu mereka dapat membantu kita bisa keluar dari penderitaan ini." Kata sang istri membujuk.
Buyung pun menyetujui usulan istrinya tersebut. Apa yang dikatakan istrinya benar. Maka, ia pun merantau untuk berguru pada seseorang diluar daerahnya. Sesampainya di rumah seorang guru, ia sampaikan permasalahn hidup yang tengah membelitnya. Sang guru memberinya satu nasihat yang harus ia jalankan.
"Angon sukhhok bidi cutiku. Artinya kalau mengerjakan sesuatu yang baik, meskipun hati enggan, kamu harus memaksakan diri melakukannya. Pelajaran ini harus kamu terapkan selama tiga bulan dan niscaya hidupmu akan berubah total." Kata si guru.
Setelah mendapat nasihat tersebut si Buyung pun kembali pulang ke kampung halamannya dan mempraktikkan nasihat sang guru tersebut. Akan tetapi, setelah tiga bulan, hidup Buyung tak kunjung berubah. Ia pun kecewa, tapi sang istri mendorongnya untuk pergi berguru ke tempat lain lagi. Pergilah, ia ke guru yang lain.
Ia pun mendapat nasihat dari guru keduanya, "angon tilansu sepak cutik. artinya, jangan terlalu berangan-angan pada sesuatu yang tidak masuk akal." Kata si guru yang kedua.
Sama seperti guru pertama, guru kedua itu menyuruhnya mempraktikkan nasihatnya selama tiga bulan. setelah itu, hidup si Buyung masih tetap sama. Sang istri memintanya untuk berguru lagi untuk kesekian kalinya.
Pada guru ketiga, si Buyung diberi nasihat. "cawani babai mak dapok titukhutkan, bila ditukhut kon cadang pendirianmu. artinya, perkataan perempuan sebaiknya jangan dituruti, bila semua di turuti akan rusak pendirianmu,"titih gurunya yang ketiga tersebut.
Tapi, tetap saja tidak ada perubahan berarti pada hidup si Buyung dan istrinya. Karena, ingin berubah hidupnya, si Buyung berguru lagi pada guru keempatnya. Oleh guru keempatnya, ia mendapat nasihat. "kiwat kilu tulung tengah bingi semawas mak dapok ditulak. Artinya, jika ada orang yang meminta pertolongan pada tengah malam atau dini hari sekalipun, jangan ditolak,"kata sang guru. "Jika kamu mengamalkan ajaran ini dengan sungguh-sungguh, niscaya hidupmu akan bahagia tapi ingat, setelah berguru kepadaku, kuharap kamu tidak berguru lagi kepada orang lain”. Pintanya.
Buyung pun kembali ke kampungnya dengan perasaan yakin akan berhasil dengan apa yang telah didapatnya selama ini. Sejak saat itulah, ia memutuskan untuk mengganti namanya menjadi “Telu Pak” (telu=tiga, pak=empat), yang berarti ia orang yang telah berguru kepada tiga sampai empat orang guru.
Telu Pak menemukan sinar di suatu tengah malam. Saat Telu Pak dan istrinya tertidur pulas, seseorang datang ke rumahnya ternyata yang datang adalah seorang prajurit istana, yang membawa seonggok jenazah. Ia meminta Telu Pak untuk menguburkannya dengan layak, sementara ia kembali ke istana. Awalnya, Telu Pak enggan untuk menuruti permintaan si prajurit kerajaan itu. Namun teringat nasihat gurunya yang terakhir dan langsung mengiyakannya. Sambil menggerutu, Telu Pak mencari tanah lapang untuk menguburkan jenazah tersebut.
Dalam beberapa kali cangkulan, dari dalam tanah memancarkan sinar yang sangat terang. Sinar tersebut dipakai Telu Pak untuk membantunya dalam penerangan malam itu. Setelah selesai, ia membawa pulang sinar tersebut dan diletakkannya dibawah jendela di depan rumahnya.
Sesampainya dirumah, sang istri yang melihat telu pak membawa sinar segera bertanya. "apa itu, pak?" tutur istrinya.
"Entahlah aku menemukan ini saat aku menguburkan jenazah tadi,"sahut Telu Pak.
“Ini kan batu intan! harganya pasti mahal." Kata sang istri kaget.
"Haahhh...Benarkah?" balas Telu Pak.
"Kalau tidak percaya, besok kita bawa ke pedagang untuk dinilai."
Keesokan harinya, Telu Pak beserta istrinya menemui seorang pedagang dan bertanya mengenai sinar yang ditemukannya semalam. Si pedagang meyakini bahwa sinar tersebut adalah batu intan.
"Saya mau menukar intan itu dengan toko milik saya."tawar si pedagang itu.
Telu Pak dan istrinya senang mendengar hal tersebut. Namun, ia mesti meminta tanda tangan kesepakatan kepada rajanya. Kedua pihak tersebut sama-sama mendatangi sang raja di istana, Telu Pak ditanyai oleh sang raja.
"Wahai Telu Pak, saya mendengar kamu memiliki batu intan, benarkah itu?" tanya sang raja.
"Benar, paduka raja. hal inilah yang menjadi maksud kedatangan hamba kemari." Sahut Telu Pak.
"Saya memiliki batu yang serupa dengan batu intan milikmu. ketahuilah bahwa batu itu hanyalah anak dan punya saya adalah ibunya. Jadi, bisa dipastikan batu yang kamu miliki adalah milik saya." Pernyataan sang raja.
"Maaf, paduka saya tidak mencuri milik paduka raja. saya mendapatkan batu intan ini di tempat yang jauh dari istana. Jadi, mana mungkin batu intan ini milik paduka? tapi, jika paduka tidak mempercayainya, marilah kita letakkan bersama-sama batu intan ini di lantai. Jika batu milik saya mendekat ke batu milik paduka, silahkan ambil batu tersebut. Sebaliknya, jika batu milik saya tidak mendekat ke batu milik paduka raja, tolong tanda tangani kesepakatan antara saya dengan pedagang ini." Pinta si Telu Pak.
Raja pun setuju mengenai usulan tersebut. Kedua orang itu sama-sama meletakkan batunya masing-masing di atas lantai. Dan apa yang terjadi? tidak terjadi apa-apa. Dua batu tetap diam tak bergerak di tempatnya.
"Baiklah, paduka saya rasa cukup. Batu saya tidak tertarik ke batu paduka raja. Sehingga, dalam hal ini, saya benar dan menang."
Dengan muka yang masam, raja akhirnya menandatangani kesepakatan antara Telu Pak dengan si pedagang. Akhirnya, Telu Pak memiliki sebuah toko. Berbekal nasihat-nasihat dari guru-gurunya yang lain, Telu Pak menjalankan tokonya hingga besar dan terkenal.
Demikian cerita dongeng kisah si Telu Pak yang dulunya seorang yang pemalas. Semoga dapat bermanfaat untuk kita semua dan tentunya dapat menghibur kita semua.
Baca Juga : Cerita Rakyat Asal Mula Nama Kota Wamena
Baca Juga : Cerita Rakyat Legenda Untung Suropati
Referensi Saya : Searc Google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar