Rabu, 30 Maret 2016

Sejarah Kota Bogor Jawa Barat

Kota Bogor mempunyai sejarah yang panjang dalam Pemerintahan,mengingat sejak zaman Kerajaan Pajajaran sesuai dengan bukti-bukti yang ada seperti dari Prasasti Batu Tulis, nama-nama kampung seperti dikenal dengan nama Lawanggintung, Lawang Saketeng, Jerokuta, Baranangsiang dan Leuwi Sipatahunan diyakini bahwa Pakuan sebagai Ibukota Pajajaran terletak di Kota Bogor.
Pakuan sebagai pusat Pemerintahan Pajajaran terkenal pada pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baginda Maharaja) yang penobatanya tepat pada tanggal 3 Juni 1482, yang selanjutnya hari tersebut dijadikan hari jadi Bogor, karena sejak tahun 1973 telah ditetapkan oleh DPRD Kabupaten dan Kota Bogor sebagai hari jadi Bogor dan selalu diperingati setiap tahunnya sampai sekarang.
Sebagai akibat penyerbuan tentara Banten ke Pakuan Pajajaran catatan mengenai Kota Pakuan tersebut hilang, baru terungkap kembali setelah datangnya rombongan ekspidisi orang-orang Belanda yang dipimpin oleh Scipio dan Riebeck pada tahun 1687, dan mereka meneliti Prasasti Batutulis dan situs-situs lainya yang meyakini bahwa di Bogorlah terletak pusat Pemerintahan Pakuan Pajajaran.
Pada tahun 1745 Gubernur Jendral Hindia Belanda pada waktu itu bernama Baron Van Inhoff membangun Istana Bogor, seiring dengan pembangunan jalan Raya Daenless yang menghubungkan Batavia dengan Bogor, sehingga keadaan Bogor mulai bekembang.
Pada masa pendudukan Inggris yang menjadi Gubernur Jendralnya adalah Thomas Rafless, beliau cukup berjasa dalam mengembangkan Kota Bogor, dimana Istana Bogor direnofasi dan sebagian tanahnya dijadikan Kebun Raya (Botanikal Garden), beliau juga memperkejakan seorang Planner yang bernama Carsens yang menata Bogor sebagai tempat peristirahatan yang dikenal dengan Buitenzoorg.
Setelah Pemerintahan kembali kepada Hindia Belanda pada tahun1903, terbit Undang-undang Desentralisasi yang bertujuan menghapus sistem pemerintahan tradisional diganti dengan sistem administrasi pemerintahan modern sebagai realisasinya dibentuk Staadsgemeente diantaranya adalah.
1. Gemeente Batavia ( S. 1903 No.204 )
2. Gemeente Meester Cornelis ( S. 1905 No.206 )
3. Gemeente Buitenzoorg ( S. 1905 No.208 )
4. Gemeente Bandoeng ( S. 1906 No.121 )
5. Gemeente Cirebon ( S. 1905 No.122 )
6. Gemeente Soekabumi ( S. 1914 No.310 )
(Regeringsalmanak Voor Nederlandsh Indie 1928 : 746-748)
Pembentukan Gemeente tersebut bukan untuk kepentingan penduduk Pribumi tetapi untuk kepentingan orang-orang Belanda dan masyarakat Golongan Eropa dan yang dipersamakan (yang menjadi Burgermeester dari Staatsgemeente Buitenzoorg selalu orang-orang Belanda dan baru tahun 1940 diduduki oleh orang Bumiputra yaitu Mr. Soebroto).
Pada tahun 1922 sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap peran desentralisasiyang ada maka terbentuklah Bestuursher Voorings Ordonantie atau Undang-undang perubahan tata Pemerintahan Negeri Hindia Belanda (Staatsblad 1922 No. 216), sehinga pada tahun 1992 terbentuklah Regentschaps Ordonantie (Ordonantie Kabupaten) yang membuat ketentuan-ketentuan daerah Otonomi Kabupaten (Staatsblad 1925 No. 79).
Propinsi Jawa Barat dibentuk pada tahun 1925 (Staatsblad 1924 No. 378 bij Propince West Java) yang terdiri dari 5 keresidenan, 18 Kabupaten (Regentscape) dan Kotapraja (Staads Gemeente), dimana Buitenzoorg (Bogor) salah satu Staads Gemeente di Propinsi Jawa Barat di bentuk berdasarkan (Staatsblad 1905 No. 208 jo. Staatsblad 1926 No. 368), dengan pripsip Desentralisasi Modern, dimana kedudukan Bugermeester menjadi jelas.
Pada masa pendudukan Jepang kedudukan pemerintahan di Kota Bogor menjadi lemah karena pemerintahan dipusatkan pada tingkat keresidenan yang berkedudukan di Kota Bogor, pada masa ini nama-nama lembaga pemerintahan berubah namanya yaitu: Keresidenan menjadi Syoeoe, Kabupaten/Regenschaps menjadi ken, Kota/Staads Gemeente menjadi Si, Kewedanaan menjadi/Distrik menjadi Gun, Kecamatan/Under Districk menjadi Soe dan desa menjadi Koe.
Pada masa setelah kemerdekaan, yaitu setelah pengakuan kedaulatan RI Pemerintahan di Kota Bogor namanya menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarakan Udang-undang Nomor 16 Tahun 1950.
Selanjutnya pada tahun 1957 nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai dengan Undang-undang Nomor. 1Tahun 1957, kemudian dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 berubah kembali menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor.
Dengan diberlakukanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor dirubah menjadi Kota Bogor.
sumber : http://www.kotabogor.go.id/
Beberapa pendapat asal usul nama Bogor
Pantun Bogor :
Tah di dinya, ku andika adegkeun eta dayeuh
laju ngaranan Bogor
sabab bogor teh hartina tunggul kawung
(Di tempat itu, dirikanlah olehmu sebuah kota
lalu beri nama Bogor
sebab bogor itu artinya pokok enau)
Ari tunggul kawung
emang ge euweuh hartina
euweuh soteh ceuk nu teu ngarti
(Pokok enau itu
memang tak ada artinya
terutama,bagi mereka yang tidak paham)
Ari sababna, ngaran mudu Bogor
sabab bogor mah dijieun suluh teu daek hurung
teu melepes tapi ngelun
haseupna teu mahi dipake muput
(Sebabnya harus bernama Bogor?
sebab bogor itu dibuat kayu bakar tak mau menyala
tapitidak padam, terus membara
asapnya tak cukup untuk "muput")
Tapi amun dijieun tetengger
sanggup nungkulan windu
kuat milangan mangsa
(Tapi kalau dijadikan penyangga rumah
mampu melampaui waktu
sanggup melintasi zaman)
Amun kadupak
matak borok nu ngadupakna
moalgeuwat cageur tah inyana
(Kalau tersenggol
bisa membuat koreng yang menyenggolnya
membuat koreng yang lama sembuhnya)
Amun katajong?
mantak bohak nu najongna
moal geuwat waras tah cokorna
(Kalau tertendang?
bisa melukai yang mendangnya
itu kaki akan lama sembuhnya)
Tapi, amun dijieun kekesed?
sing nyaraho
isukan jaga pageto
bakal harudang pating kodongkang
nu ngawarah si calutak
(Tapi, kalau dibuat keset?
Semuanya harus tahu
besok atau lusa
bakal bangkit berkeliaran
menasehati yang tidak sopan)
Tah kitu!
ngaranan ku andika eta dayeuh
Dayeuh Bogor!
(Begitulah
beri nama olehmu itu kota
Kota Bogor)
[Pantun Pa Cilong, "Ngadegna Dayeuh Pajajaran"]
Pantun di atas menjadi dasar yang paling kuat tentang kenapa nama kota itu dinamakan "Bogor". Seperti diketahui, sampai saat ini ada empat pendapat tentang asal nama Bogor :
1. Berasal dari salah ucap orang Sunda untuk "Buitenzorg" yaitu nama resmi Bogor pada masa penjajahan Belanda.
2. Berasal dari "Baghar atau baqar" yang berarti sapi karena di dalam Kebun Raya ada sebuah patung sapi.
3. Berasal dari kata "Bokor" yaitu sejenis bakul logam tanpa alasan yang jelas.
4. Asli bernama Bogor yang artinya "tunggul kawung" (enau atau aren).
Pendapat bahwa Bogor berasal dari "buitenzorg" adalah dugaan intelek yang mengira lidah orang Sunda sedemikian kakunya dengan mengambil perumpamaan melesetnya "Batavia" menjadi "Batawi". Akan tetapi bila kita perhatikan bagaimana orang Sunda mengucapkan "sikenhes" untuk "ziekenhuis" (rumah sakit) atau "bes" untuk "buis" (pipa) atau "boreh" untuk "boreg" (jaminan), maka berdasarkan gejala bahasa tersebut, seharusnya orang Sunda melafalkan "buitenzorg" menjadi "betensoreh". Jadi dugaan "buitenzorg" menjadi Bogor terlalu dikira-kira.
Pendapat kedua ("baghar atau baqar") berdasarkan kenyataan adanya pengaruh bahasa Arab di daerah sekitar Pekojan. Orang Sunda akrab dengan bahasa Arab lewat agama Islam, akan tetapi belum pernah ada bunyi BA dari bahasa Arab menjadi BO. Selain itu, dugaannya mengandung kelemahan dari segi urutan waktu. Kata Bogor telah ada sebelum Kebun Raya dibuat, sedangkan arca sapi itu berasal dari kolam kuno Kotabaru yang dipindahkan ke dalam Kebun Raya oleh Dr. Frideriech dalam pertengahan abad 19.
Pendapat ketiga (asal kata "bokor") juga mengandung kelemahan karena bokor itu sendiri adalah kata Sunda asli yang keasliannya cukup terjamin. Meskipun demikian, perubahan bunyi "K" menjadi "G" tanpa menimbulkan perubahan arti dapat ditemui pada kata "kumasep" dan "angkeuhan" yang sering diucapkan menjadi "gumasep" (merasa cakep/centil) dan "anggeuhan"(tempat bersandar atau bernaung). Jadi bisa saja Bogor memang berasal dari Bokor. Akan tetapi, tak ada seorangpun yang biasa mengartikan "Bogor" sama dengan "bokor".
Pendapat keempat kita temukan dalam pantun Bogor yang sudah disebutkan di awal tulisan. Dalam lakon itu dikemukakan bahwa kata "bogor" berarti "tunggul kawung". Keadaan yang sama dapat ditemui pada nama tempat "Tunggilis" yang terletak di tepi jalan antara Cileungsi dengan Jonggol. Kata "tunggilis" berarti tunggul atau pokok pinang yang secara kiasan diartikan menyendiri atau hidup sebatang kara.
Di Jawa Barat banyak tempat bernama Bogor, seperti yang bisa ditemukan di Sumedang dan Garut. Demikian pula di Jawa Tengah, sebagaimana dicatat Prof. Veth dalam buku Java. Dengan demikian memang agak sulit menerima teori "buitenzorg","baghar" dan "bokor".
Bogor selain berarti tunggul enau, juga berarti daging pohon kawung yang biasa dijadikan sagu (di daerah Bekasi). Dalam bahasa Jawa "Bogor" berati pohon enau dan kata kerja "dibogor" berarti disadap. Dalam bahasa Jawa Kuno, "pabogoran" berarti kebun enau. Dalam bahasa Sunda umum, menurut Coolsma, "Bogor" berarti "droogetapte kawoeng"(pohon enau yang telah habis disadap) atau "bladerlooze en taklooze boom" (pohon yang tak berdaun dan tak bercabang). Jadi sama dengan pengertian kata "pugur" atau "pogor".
Akan tetapi dalam bahasa Sunda "muguran" dengan "mogoran" berbeda arti. Yang pertama dikenakan kepada pohon yang mulai berjatuhan daunnya karena menua, yang kedua berarti bermalam di rumah wanita dalam makna yang kurang susila. Pendapat desas-desus bahwa Bogor itu berarti "pamogoran" bisa dianggap terlalu iseng.
Nama Bogor dapat ditemui pada sebuah dokumen tertanggal 7 April 1752. Dalam dokumen tersebut tercantum nama Ngabei Raksacandra sebagai "hoofd van de negorij Bogor" (kepala kampung Bogor). Dalam tahun tersebut ibukota Kabupaten Bogor masih berkedudukan di Tanah Baru. Dua tahun kemudian, Bupati Demang Wiranata mengajukan permohonan kepada Gubernur Jacob Mossel agar diizinkan mendirikan rumah tempat tinggal di Sukahati di dekat "Buitenzorg". Kelak karena di depan rumah Bupati Bogor tersebut terdapat sebuah kolam besar (empang), maka nama "Sukahati" diganti menjadi "Empang".
Pada tahun 1752 tersebut, di Kota Bogor belum ada orang asing, kecuali Belanda. Kebun Raya sendiri baru didirikan tahun 1817 sehingga teori "arca sapi" tidak dapat diterima sebagai asal-usul nama Bogor. Letak Kampung Bogor yang awal itu di dalam Kebun Raya. Ada di lokasi tanaman kaktus sekarang. Adapun pasar yang didirikan di kampung tersebut oleh penduduk disebut Pasar Bogor. Maka, tak pelak, papan nama "Pasar Baru Bogor" yang ada sekarang sebenarnya agak mengganggu rangkaian historis ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar