Jenazah yang telah diupacarai menurut tradisi setempat, diletakkan begitu saja di atas lubang sedalam 20 cm. Sebagian badannya, dari bagian dada ke atas, di biarkan terbuka, tidak terkubur di dalam tanah......
Melanjutkan postingan yang pertama "Sepenggal MASA LALU di tepi danau Batur #1", telah sampai pada penulisan keunikan tradisi pengkuburan di Desa Trunyan. Dan kuburan yang paling unik dan menarik adalah kuburan utama atau kuburan suci (Setra Wayah). Kuburan ini berlokasi di sekitar 400 meter bagian utara desa dan dibatasi oleh tonjolan kaki tebing bukit. Untuk membawa jenazah ke kuburan ini, mereka harus menggunakan sampan kecil khusus jenazah yang disebut padau. Meski disebut dikubur, namun cara pengkuburannya tergolong unik, dikenal dengan istilah "mepasah".
Jenazah yang telah diupacarai menurut tradisi setempat, diletakan begitu saja di atas lubang sedalam 20 cm. Sebagian badannya, dari dada ke atas, dibiarkan terbuka, tidak terkubur di dalam tanah. Jenazah tersebut hanya dibatasi dengan ancak saji yang terbuat dari sejenis bambu berbentuk kerucut, yang digunakan untuk memagari jenazah.
Di Sentra Wayah ini terdapat 7 liang lahat yang dibagi menjadi 2 kelompok. Dua liang untuk penghulu desa yang jenazahnya tanpa cacat, terletak dibagian hulu dan sisanya 5 liang berjejer untuk masyarakat biasa. Jika semua liang sudah penuh dan ada lagi jenazah baru yang akan dikubur, jenazah yang lama dinaikan dari lubang dan jenazah barulah yang menempati lubang tersebut. Jenaazah lama kemudian ditaruh begitu saja di pinggir lubang. Jadi jangan kaget jika di Setra Wayah berserakan tengkorak-tengkorak manusia yang ditanam maupun dibuang, digeletakan begitu saja.
LEGENDA
Asal mula daerah Truyan ini cukup unik juga. Menurut cerita rakyat, legendanya daerah ini pernah pernah tumbuh sebatang pohon Taru Menyan yang menebarkan bau harum. Bau harum itu mendorong Ratu Gede Pancering Jagat mendatangi sumber bau. Datanglah dia ketempat ini dan bertemu dengan Ida Ratu Ayu Dalem Pingit, tak jauh dari poho-pohon cemara landung. Sang Hyang Widi berkehendak, mereka saling jatuh cinta, kemudian sepakat untuk menikah., disaksikan oleh penduduk desa hutan Landung yang sedang berburu.
Kata cerita, pohon Taru Menyan itu berubah menjadi seorang dewi yang tidak lain adalah istri dari Ida Ratu Pancering Jagat. sebelum meresmikan pernikahan, Ratu Gede mengajak oarang-orang desa Cemara Landung untuk mendirikak sebuah desa bernama Taru Menyan, Nama itu lambat laun berubah menjadi Truyan.
ARCA DA TONTA
Masih ada keunilan lain berupa peninggalan purbakala, yakni prasasti Truyan. Tersebutlah pada tahun Saka 813 (891 Masehi), Raja Singhamandawa mengizinkan penduduk turunan (Truyan) membangun meru. Meru berupa bangunan bertingkat tujuh ini adalah tempat pemujaan Bhatara Da Tonta. Meru ini juga dinamakan Pura Turun Hyang. Di dalamnya tersimpan arca batu Megalitik yang dipercaya dan disakralkan masyarakat Truyan sebagai arca Da Tonta. Ada juga yang menyebut meru ini Pura Pancering Jagat, sebagai isatana Ratu Pancering Jagat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar