Dalam ’’pelatihan’’ membegal, pelaku secara tidak langsung diajari cara melumpuhkan korban dengan cepat. Salah satunya, senjata tajam diarahkan pada bagian tubuh yang membuat korban jatuh dan tidak berdaya.
Hal itu diceritakan Arif Winarno alias Grandong, begal yang berhasil dibekuk, dan kini menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya. Misalnya, mengincar motor. Yang disabet senjata adalah tangan korban. Harapannya, korban terjatuh dan motor bisa dengan mudah dibawa kabur. Jika tidak jatuh juga, pelaku memiliki senjata cadangan. Yaitu, sebongkah paving yang dilempar ke bagian kepala.
Hal itu juga dilakukan komplotan Arif Winarno alias Grandong cs terhadap Wahyu Laksono Utomo, karyawan Jawa Pos. Korban disabet celurit di bagian tangan. Bacokan itu membuat Wahyu dioperasi karena senjata tajam tersebut menembus tulangnya. Meski begitu, Arif tidak menyerah. Dia melemparkan paving dan mengenai leher bagian belakang Wahyu yang syukurnya tetap bertahan dan selamat.
Ilmu membegal tidak hanya terkait dengan melumpuhkan korban. Tapi, juga berbagi peran. Ada pembagian tugas yang direncanakan dengan matang sebelum beraksi. Ada yang bertindak sebagai joki alias sopir motor saat membegal. Ada juga yang bertugas memepet motor korban.
Peran lain adalah menyabetkan parang atau melempari korban dengan paving sampai tak berdaya. Setelah korban tidak bisa melawan, pelaku yang berperan mengambil barang segera beraksi. Barang yang dirampas berupa handphone, dompet, ataupun motor milik korban.
Arif sempat berpisah dari komplotan lamanya. Dia membentuk kelompok baru yang anggotanya masih belia. Salah seorang yang ditangkap polisi pada November lalu adalah DAP, 16.
Pelaku yang masih duduk di bangku sekolah menengah itu mengaku bergabung dengan Arif cs lantaran salah pergaulan. Orang tuanya berpisah sehingga dia kurang perhatian. ”Arif yang terus menghibur saya,” tutur DAP ketika itu.
DAP bersama kawannya, TBS, direkrut Arif untuk menjadi bagian komplotannya. Awal mula perkenalan mereka terjadi di sebuah warung kopi kawasan Sedati, Sidoarjo. Dari sekadar mengobrol santai dan minum minuman keras, keduanya lantas diajak ke markas.
Markas itu berbentuk bangunan gudang yang tidak terpakai. Kemudian dua orang tersebut diajak untuk menjambret kecil-kecilan.
Mereka dilatih di gudang itu. Mulai cara memegang parang, mengayunkannya ke arah yang benar agar korban cepat tumbang, hingga memukul dengan paving. Selain itu, mereka diajari bela diri sedikit-sedikit. Arif dan Hendrik menjadi mentor DAP dan TBS. ”Ngene loh cara nyekele (Begini loh cara memegangnya),” ucap DAP yang menirukan perkataan Arif.
Terkadang DAP sadar tindakannya salah. Dia berusaha menghindari Arif dan Hendrik. Namun, tetap saja dua pentolan itu mencarinya. Sampai-sampai Arif pernah berkunjung ke rumah DAP. ”Dia ngajakin terus,” imbuhnya.
Sebelum dan sesudah beraksi, mereka selalu minum miras. Guna menambah rasa percaya diri saat merampas motor, mereka juga mengonsumsi pil koplo. Bahkan, Hendrik juga pernah menyuruh DAP mengantarkan pil koplo yang dipesan salah seorang temannya. Dua pemuda belia itu memang sering dimanfaatkan.
Tak jarang pula, hasil penjualan rampasan mereka dihabiskan untuk mentraktir tante-tante miras di warung sekitar markas mereka. DAP mengaku tidak pernah mendapat hasil dalam bentuk uang dari Hendrik dan Arif.
”Mereka menghabiskan uang untuk membeli cukrik lagi sama mentraktir. Aku nggak pernah dikasih utuh kok,” tambah DAP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar