Perang antar “kerajaan preman” di Jakarta tidak hanya berlangsung belakangan ini saja. Bila kita menelusuri sejarah preman di Jakarta, seperti kita sedang membaca cerita komik persilatan. Menegangkan sekaligus membuat kita miris karena hal ini terjadi di Ibukota Indonesia tercinta.
Berikut beberapa cerita perjalanan “kerajaan preman” di Jakarta mulai tahun 1990-an yang berhasil dirangkum dari sumber Kompas.
Pada tahun 1990-an, Jakarta dikuasai Hercules. Ia semula pemuda Timor yang direkrut Komando Pasukan Khusus (Kopassus) pada saat proses integrasi wilayah itu ke Indonesia. Terluka dalam kecelakaan helikopter, ia dibawa Gatot Purwanto, perwira pasukan yang dipecat dengan pangkat kolonel setelah insiden Santa Cruz, ke Jakarta.
Hercules menetap di Jakarta, dan segera merajai dunia para jagoan. Ia menguasai Tanah Abang. Namanya pun selalu dekat dengan kekerasan.
Namun pada tahun 1996, ia tak mampu mempertahankan kekuasaannya di pasar terbesar se-Asia Tenggara itu. Kelompoknya dikalahkan dalam pertikaian dengan kelompok Betawi pimpinan Bang Ucu Kambing, kini 65 tahun.
Sejak itu ia tak lagi berkuasa. Tapi namanya terlanjur menjadi ikon. Seorang perwira polisi mengatakan, setiap pergantian kepala kepolisian, Hercules selalu dijadikan "sasaran utama pemberantasan preman".
Pada masa kejayaan Hercules, ada Yorrys Raweyai. Pada awal 1980-an, ia bekerja menjadi penagih utang. Kekuatan pemuda asal Papua ini ditopang Pemuda Pancasila, organisasi yang mayoritas anggotanya anak-anak tentara. Dia menjadi ketua umum organisasi itu pada tahun 2000 dan melompatkan kariernya di politik. Dia kini anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar.
Pemuda Pancasila juga menjual jasa pengamanan lahan, penagihan, dan penjaga keamanan. Ordernya diterima dari perusahaan resmi yang memiliki jaringan dengan Pemuda Pancasila.
Pada generasi yang sama, muncul nama Lulung, bekas preman Tanah Abang, kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta dari Partai Persatuan Pembangunan. Usahanya dimulai dari pengumpul sampah kardus bekas hingga barang bekas. "Karier"-nya menanjak ketika kemudian ia bermain dalam usaha pengamanan Tanah Abang.
Untuk melestarikan kekuatan, Lulung memilih jalur resmi. Ia mendirikan PT Putraja Perkasa, lalu PT Tujuh Fajar Gemilang, dan PT Satu Komando Nusantara. Perusahaan ini disesuaikan dengan bidang Lulung, yaitu jasa keamanan, perparkiran, dan penagihan utang.
Pada 1996, ketika Hercules berhadapan dengan Bang Ucu, Lulung memilih "berkolaborasi" dengan kelompok Timor. Alhasil, ia dikejar-kejar teman-temannya di Betawi. Bang Ucu menyelamatkannya. Itu sebabnya, kini Lulung rajin menyetor dana ke Bang Ucu.
Dari Nusa Tenggara Timur ada nama Zakaria "Sabon" Kleden. Mendarat di Betawi pada 1961, Zaka-begitu dia disapa, mengatakan menjadi preman pertama asal daerahnya. Dulu istilahnya geng. Ada geng Berland, Santana, dan Legos.
Riwayat Zaka tak kalah berdarah. Ia mengaku sempat memutilasi korbannya. Ia juga mengatakan telah menembak mati beberapa orang. Tapi ia mengatakan tak pernah dinyatakan bersalah. Empat tahun lalu Zaka mendirikan bisnis sekuriti, PT Sagas Putra Bangsa.
Dari eranya, Zaka menyebutkan nama ketua geng seperti Chris Berland, Ongky Pieter, Patrick Mustamu dari Ambon, Matt Sanger dari Manado, Jonni Sembiring dari Sumatera, Pak Ukar dan Rozali dari Banten, Effendi Talo dari Makassar. Mereka berkomunikasi baik sehingga jarang terjadi bentrokan berdarah.
Pada awal tahun 2000, muncul Basri Sangaji. Tapi dia terbunuh dalam penyerangan berdarah di Hotel Kebayoran Inn, Jakarta Selatan. "Bisnis"-nya diteruskan anggota keluarga Sangaji: Jamal dan Ongen. Ongen kini mantap dengan karier politiknya, menjabat Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Hanura Jakarta.
Menjelang 1980-an kelompok-kelompok preman etnis juga membentuk organisasi massa. Dimulai dari Prems (Preman Sadar) pimpinan Edo Mempor. Namun tetap saja, bisnis mereka penagihan, perpakiran, dan menjaga tanah sengketa. Ini awal mulanya preman berbalut ormas.
Kelompok-kelompok itu berdiri hingga kini. Ada Angkatan Muda Kei, Kembang Latar, Petir, Forum Betawi Rempug, Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi), dan Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten.
Setelah bentrokan berdarah di Ampera, nama Thalib Makarim muncul ke permukaan. Dia “memegang” beberapa klub hiburan malam, seperti Blowfish, DragonFly, X2, dan Vertigo. Thalib resminya seorang pengacara. Dia pernah mendampingi artis kakak beradik Zaskia Adya Mecca dan Tasya Nur Medina, yang diculik oleh Novan Andre Paul Neloe. Ia juga menjadi anggota tim pengacara pengusaha Tomy Winata, ketika menggugat majalah Tempo pada 2005.
Sumber Tempo di kalangan preman menyebutkan, Thalib merupakan pengganti Basri Sangaji. Ia menguasai tempat-tempat hiburan elite di Jakarta Selatan, termasuk lingkungan pasar Blok M-Melawai.
Adapun kelompok John Kei, menurut salah satu pentolannya, Agrafinus, berfokus pada jasa penagihan dan pengacara. Kelompok ini tidak masuk ke bisnis pengamanan tempat hiburan, perparkiran, ataupun pembebasan tanah. "Level kami bukan kelas recehan seperti itu," katanya. Sebab itulah, Daud Kei membantah tuduhan pertikaian di Blowfish dan Ampera dilatari perebutan lahan bisnis. "Kami etnis Maluku tidak ada bisnis penjagaan tempat hiburan," dia menegaskan.
Namun, menurut seorang preman senior, pertikaian antar kelompok separah itu umumnya karena berebut suplai atau meminta jatah. Sebab, perputaran uang di tempat-tempat dugem itu luar biasa besar.
Berbeda dengan John Kei, Umar Kei meluaskan bisnisnya ke pembebasan tanah, termasuk penjagaannya. Di lahan ini juga bermain Forum Betawi Rempug dan Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten. Adapun perparkiran umumnya dipegang ormas lokal Betawi atau Banten, contohnya Haji Lulung.
Dari semua bisnis yang dilakoni kelompok etnis itu, sumber penghasilan terbesar ada di proyek pembebasan tanah. Di tingkat kedua, penjagaan tempat hiburan malam. Sedangkan bisnis perpakiran hanya menghasilkan “uang receh” buat mereka. Tak mengherankan bila dunia para jagoan ini sering diwarnai pertikaian, bahkan sampai berdarah-darah.
Sumber
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar