Nama Charlie Chaplin meloncer di era film bisu. Selama 75 tahun bermain film, banyak sudah film yang dibintangi dan sutradarainya sendiri. Yang membekas di benak banyak orang adalah film bisu hitam,utuh. Di film itu, Chaplin yang berkumis ala Hitler, bertopi, dan mengenakan setelan jas itam, tak berbicara sama sekali. Keterangan yang diperlukan muncul dalam lisan. Tentu saja, karena pada saat itu teknologinya memang tak secanggih sekarang.
Charlie Chaplin,aktor peraih Academy Award ini pernah dua kali datang ke Indonesia dan dua-duanya sempat menginap di Garut. Kunjungan pertama aktor serbabisa ini ke Garut terjadi pada tahun 1927. Dia datang bersama artis asal Kanada, Mary Pickford. Kedatangan keduanya, Maret 1932, ditemani kakak Chaplin, Sydney Chaplin.
Saat berkunjung pertama, tujuan utamanya adalah Kota Bandung. Selama beberapa hari di kota kembang, Chaplin mengunjungi Gedung Sate dan beberapa tempat lainnya. Bintang Hollywood ini menginap di Hotel Savoy Homann.
Dari Bandung, Chaplin naik kereta api ke Garut dan berhenti di Stasiun Kereta Cibatu di utara Garut. Pada masanya, Cibatu adalah stasiun besar. Dalam buku Seabad Grand Hotel Preanger 1897-1997 yang ditulis Haryoto Kunto, antara tahun 1935-1940, selusin taksi dan limusin diparkir di Stasiun Cibatu. Taksi dan limusin ini milik hotel-hotel di Garut, di antaranya Hotel Papandayan, Villa Dolce, Hotel Belvedere, Hotel Van Hengel, Hotel Bagendit, Villa Pautine, dan Hotel Grand Ngamplang. Saat itu, dengan kondisi alamnya yang indah, Garut memang merupakan daerah favorit wisatawan Eropa
Saat di Garut, Chaplin menginap di Hotel Grand Ngamplang, kurang lebih satu kilometer dari Garut kota ke jalan menuju Tasikmalaya. Tempat ini merupakan sebuah perbukitan yang sejuk, 900 meter di atas permukaan laut.
Dari Grand Ngamplang terlihat Gunung Cikuray di bagian timur, lalu Gunung Papandayan dan Gunung Guntur. "Dari cerita pekerja hotel dulu, Charlie Chaplin pernah tidur di Ngamplang," kata Iyep Sumiarna, pegawai Hotel Ngamplang. Iyep sudah 25 tahun bekerja di hotel itu.
Salah seorang pegawai hotel yang pernah bertemu dengan Charlie yaitu Azid. Sayang, Azid sudah sepuluh tahun lalu meninggal dunia. Ngamplang kini tak sebagus dulu. "Dulu hotel ini cukup bagus. Ada delapan bangunan. Depan bangunan utama, ada kolam dan taman besar yang sekarang menjadi lapangan golf," ujar Iyep menambahkan.
Nama hotel ini dulunya De Villa Fanny van het Hotel Sanatorium Garoet. Pernah berubah menjadi Grand Sanatorium Ngamplang. Luas hotel di daerah Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut ini, mencapai 25 hektare.
Menurut Erik Hikmat, pegawai Hotel Ngamplang lainnya, cerita kedatangan Charlie Chaplin ke hotel itu melegenda. "Selain Charlie Chaplin, banyak tokoh internasional waktu itu yang datang ke Ngamplang. Ada beberapa foto yang mengabadikan mereka saat menginap di Ngamplang," kata Erik.
Pada tahun 1948, hotel peninggalan Belanda itu dihancurkan. Mereka khawatir hotel itu akan digunakan Belanda lagi. "Waktu itu hanya fondasi hotel yang tersisa," kata Kapten Infanteri Tukiman, Koordinator Operasi dan Pengamanan Ngamplang.
Bangunan hotel kembali berdiri tahun 1989 dengan bentuk bangunan yang sudah berbeda. Setahun setelah itu, Hotel Ngamplang beroperasi lagi. Namun saat berkunjung ke hotel itu beberapa waktu lalu, hotel ternyata sudah tak beroperasi selama kurang lebih setahun.
Di lobi hotel, terpasang delapan foto yang menggambarkan suasana Ngamplang zaman dulu. Ada foto-foto orang Belanda yang sedang istirahat atau makan bersama. Ada satu foto mirip Charlie Chaplin yang sedang bersama rekan-rekannya. Bangunan lama yang tersisa hanya kolam mainan di bawah bangunan hotel.
Selain di Ngamplang, Charlie Chaplin berwisata ke kawah Papandanyan, Kamojang, dan Situ Cangkuang. Kabarnya, Chaplin kagum dengan kein- . dahan sekitar kawah Papandayan. Karena keindahannya itu, Chaplin konon menyebut Garut sebagai Switzerland van Java alias Swiss-nya Jawa.
Menurut Kepala Bidang Pembinaan dan Pengembangan Kearsipan Kabupaten Garut Aep Saepudin, keda-tangan Charlie Chaplin ke Garut itu terdokumentasikan. "Ada foto saat dia sedang di Stasiun Cibatu. Lalu bersama masyarakat setempat. Kita Juga mendapatkan foto-foto Hotel Ngamplang ketika bangunannya masih utuh," ujar Aep.
Foto-foto itu kemungkinan dokumentasi kunjungan kedua Chaplin ke Garut. Dalam kunjungan keduanya pada tahun 1932, Chaplin menyusur Singapura, Jakarta, dan Bali. Sesuai dengan judul film dokumenter yang mengabadikan kunjungan ini, "Charlie Chaplin Visits Java and Bali".
Bedanya dengan kunjungan pertama, Chaplin tak lama-lama berada di Bandung. Dalam film terlihat, setiba di Stasiun Cibatu, Chaplin di¬sambut antusias warga, termasuk santri dan pelajar.
Charlie membalas sambutan itu dengan hangat. Dia bahkan, menggendong seo¬rang anak dan memberikan cenderamata dan uang ke ibu-ibu yang menunggunya. Wa¬jah Chaplin semringah. Dia terlihat akrab sekali dengan masyarakat sekitar.
Dari Cibatu, rombongan menuju ke Situ Cangkuang. Situ Cangkuang memang su¬dah terkenal di Eropa waktu itu. Ini gara-gara Thilly Weissenborn, seorang penjelajah dan fotografer wanita dari Jer¬man, yang datang ke Garut tahun 1918. Thilly mengabadikan keindahan alam dan kehidupan pen¬duduk di Situ Cangkuang di Kecamatan Leles ini. Foto Cangkuang hasil Thilly diproduksi menjadi kartu pos yang beredar di Eropa.
Kepala Dinas Kebudayaann dan Pariwisata Kabupaten Garut Yatie Rohayati mengatakan, Chaplin sempat tidur di Hotel Papandayan, Garut. Hotel itu kini menjadi Kodim Garut.
Chaplin juga menginap di Villa Tjisoeroepan yang terletak di kaki Gunung Papandayan. Kini, vila itu sudah rata dengan tanah. "Chaplin menginap di Villa Tjisoeroepan karena tertarik dengan keindahan alam kebun teh di kawasan Cisaruni," ujar Dede Satibi, mantan bupati Garut
Chaplin dikabarkan berada sepekan di Garut. Bukan cuma Chaplin orang Eropa yang menikmati keindahan Garut. Menurut Ketua Kadin Kabupaten Garut Deden Sofyan, daerah Garut memang memiiki potensi alam luar biasa. Keindahan alam ini, sejak dulu mampu menggoda para pelancong dunia. "Seperti kawasan Ngamplang, lalu Kamojang dan Cipanas yang sampai sekarang masih indah. Kawasan Ngamplang itu udaranya enak sekali dan pemandangannya indah. Sayang, tak ditata secara apik," kata Deden.
Sementara itu, sejarawan Is Marini mengatakan, sejak lama Garut mencuri perhatian sejumlah tokoh dunia, termasuk Chaplin. Alasan utama kunjungan mereka adalah keindahan alamnya yang luar biasa. Sejumlah puisi yang lahir dari para penulis luar negeri tentang Garut, bercerita tentang keindahan alamnya.
"Potensi alam Garut memang cukup indah. Dikelilingi beberapa gunung, lalu ada danau-danau alam dan air panas alami. Selain itu, ada kawah Papandayan dan juga kawasan Ngamplang yang sejuk dan indah," tutur Is.
Garut juga sejak lama menjadi pusat pemerintahan Priangan sehingga ramai. Di daerah ini juga ada perkebunan teh "Waspada" milik orang Belanda. "Suasana alam yang begitu indah itu menjadi daya tarik wisatawan dunia untuk datang ke Garut. Apalagi saat itu (tahun 1930-an) sudah ada hotel-hotel besar di daerah Garut," kata Is Marini yang juga kepala Museum Sri Baduga ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar