Algojo adalah orang yang memiliki tanggung jawab langsung untuk menjalankan hukuman mati atas seorang terdakwa. Dalam bahasa Indonesia, kata algojo berasal dari bahasa Portugis, algoz. Banyak algojo yang dilakukan secara profesional, yang mengkhususkan diri di bidang tertentu, karena eksekusinya jarang terjadi. Istilah algojo juga meluas pada pelaksana Hukuman berat yang tidak ditujukan untuk membunuh, namun dapat mengakibatkan kematian.
Namun, tahukah kalian bahwa diluar sana ada banyak sekali orang-orang yang menjadi algojo dikarenakan pekerjaan tersebut sudah menjadi pekerjaan yang "normal" dalam keluarganya sendiri, dalam artian, pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang telah diturunkan secara turun-temurun dari nenek moyangnya. Berikut ini kami rangkum beberapa keluarga algojo diseluruh dunia:
1. Keluarga Sabir Masih (Pakistan)
"Menggantung orang adalah profesi yang telah mendarah daging di dalam keluargaku," itulah beberapa kutipan yang diungkapkan oleh Sabir Masih, seorang algojo yang berasal dari Pakistan. Pekerjaan tersebut telah ia jalani sejak tahun 2007. Menurut pengakuannya, ia yakin bahwa sepanjang hidupnya, ia telah mengeksekusi lebih dari 200 orang. Hal tersebut diungkapkannya dengan bangga dan tanpa ada rasa penyesalan dari dirinya. Sabir menuturkan, bahwa satu-satunya hal yang paling ia takutkan adalah tali yang digunakan putus sewaktu proses eksekusi dilakukan.
Pekerjaan tersebut telah diturunkan secara turun-temurun oleh keluarganya sejak zaman East India Company. Bahkan beberapa nenek moyang Sabir pernah mengeksekusi mati beberapa tokoh terkenal seperti Perdana Menteri Pakistan terpilih pertama, Zulfikar Ali Bhutto pada tahun 1979.
2. Keluarga Albert Pierrepoint (Inggris)
Albert Pierrepoint lahir pada tahun 1900 di Clayton, Inggris. Sebagai anak pertama ia dipengaruhi oleh pekerjaan ayahnya, yaitu seorang algojo. Pierrepoint melakukan eksekusi pertamanya pada tanggal 17 Oktober 1941. Selanjutnya selama Perang Dunia II, Albert Pierrepoint diperkirakan telah mengeksekusi lebih dari 400 orang dan kebanyakan merupakan tahanan Nazi.
Malam sebelum eksekusi, biasanya Pierrepoint akan mengunjungi si korban yang akan di eksekusi. Si korban tersebut tidak mengetahui bahwa Pierrepoint adalah algojonya. Tujuan dari kunjungannya tersebut tidak lain adalah untuk memperkirakan ukuran tinggi korban tersebut. Setelah kunjungan tersebut, Pierrepoint akan menggunakan informasi yang telah ia dapatkan sebelumnya untuk memutuskan tali macam apa yang akan digunakan dalam proses eksekusi.
Dia sendiri sangat berhati-hati dalam melakukan eksekusi dan selalu memastikan bahwa pintu jebakan di bawah korban eksekusi akan terbuka sebagaimana mestinya, hingga si korban benar-benar meninggal dunia.
3. Keluarga Pavan Jallad (India)
Semasa kecilnya, Pavan Jallad telah rutin dibawa oleh kakeknya untuk mengunjungi penjara. Disana, dia telah diajarkan beberapa tips dasar melakukan pekerjaan kakeknya sebagai seorang algojo. Pavan Jallad bersama keluarganya tinggal di sebuah daerah kecil bernama Meerut. Sekali melakukan eksekusi, Pavan Jallad mengaku diberi upah sebesar 3000 rupe oleh pemerintah India.
Dia mengaku bahwa menggantung orang bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun meskipun begitu, ia tidak merasa ragu dengan pekerjaannya tersebut karena ia yakin bahwa Tuhan telah memilihnya untuk mengeksekusi si korban sebagai hukuman yang telah diberikan oleh Tuhan kepadanya (korban). Maka dari itu, tidak heran bila beberapa saat sebelum eksekusi, dia selalu meluangkan waktu untuk berdoa terlebih dahulu.
Kakeknya, Kallu Jallad pernah mengeksekusi terdakwa kasus pembunuhan Indira Gandhi yang merupakan seorang politikus terkenal di India. Maka dari itu, setiap Pavan mendapatkan perintah untuk mengeksekusi mati seseorang, dia selalu ingat kepada kakeknya. Meskipun pekerjaan ini telah menjadi pekerjaan turun-temurun dikeluarganya, Pavan sendiri tidak yakin bahwa kelak anaknya akan menjadi seorang algojo.
4. Keluarga Charles-Henri Sanson (Perancis)
Mungkin diantara seluruh algojo didunia, Charles-Henri ini pantas disebut sebagai raja algojo. Charles-Henri adalah seorang algojo Kerajaan Perancis pada masa pemerintahan Raja Louis XVI, dan masa setelah revolusi Perancis. Dia telah bekerja sebagai algojo di Perancis selama lebih dari 40 tahun dan secara pribadi telah melakukan eksekusi terhadap 3000 orang, termasuk Raja Louis XVI sendiri, dan revolusioner Perancis seperti Robespierre dan Danton.
Charles sendiri berasal dari sebuah dinasti keluarga algojo namun, tampaknya dia telah melampaui semua anggota keluarganya sebagai algojo. Kakek Charles pertama kali ditunjuk sebagai algojo pada tahun 1684 oleh Raja Louis XIV, kemudian kakeknya melakukan pekerjaan tersebut hingga ia meninggal 11 tahun kemudian, lalu pekerjaan tersebut di teruskan oleh ayah Charles sampai ayahnya mengalami kelumpuhan dan akhirnya pekerjaan tersebut diteruskan oleh Charles yang pada saat itu masih berusia 15 tahun.
Dari waktu ke waktu, Charles-Henri semakin dikenal oleh banyak orang dan semakin ditakuti pula oleh para penjahat maupun para musuh kerajaan. Charles sendiri diberi julukan sebagai “The Great Sanson” karena kebengisan dan keberanian dia saat mengeksekusi mati seseorang.
Pada usia ke 18, Charles dan pamannya melakukan sebuah eksekusi mati mengerikan terhadap Robert-François Damiens yang pernah mencoba untuk membunuh Raja Louis XV menggunakan sebuah pisau. Charles-Henri menyiramkan minyak mendidih pada badan korban, setelah itu kaki dan tangan korban ditarik oleh 4 ekor kuda sehingga terpisah seluruh kaki dan tangannya. Eksekusi mati tersebut merupakan salah satu eksekusi mati paling "Legendaris" hingga saat ini. Penulis terkenal Venetian dan Casanova terkenal Giacomo Casanova, yang menyaksikan langsung eksekusi mati tersebut mengatakan "butuh keberanian yang tinggi untuk menonton pemandangan mengerikan yang berlangsung selama empat jam ini".
Meskipun sepeninggalan Charles-Henri, anak dan cucunya melanjutkan pekerjaannya sebagai algojo, namun yang orang-orang ingat hingga saat ini hanyalan nama Charles-Henri Sanson, si RAJA ALGOJO.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar