Sabtu, 13 Desember 2014

SEJARAH TEGAL


Kekayaan sejarah sebuah kota atau kawasan terlihat dari jejak peninggalan apa yang disebut cultural heritage dan living cultural yang tersisa dan hidup di kawasan tersebut. Keduanya merupakan warisan peradaban umat manusia.
Demikian halnya dengan Kabupaten Tegal, Wilayah yang kaya akan jejak peninggalan kesejarahan sebagai penanda bahwa Kabupaten Tegal sebagai tlatah kawasan tak dapat dilepaskan dari keterkaitan garis sejarah hingga membentuk kawasan sekarang ini.
Penekanan pada bidang pertanian misalnya, tak dapat dilepaskan dari kondisi wilayah dan akar kesejarahan tlatah Kabupaten Tegal yang mengembangkan kapasitasnya selaku wilayah agraris. Tradisi keagrarisan dimulai dari ketokoan Ki Gede Sebayu juru demung trah Pajang. Bahkan kalau dirunut keagrarisan itu dimulai semenjak Mataram Kuno.
Kesaksian ini diperkuat denga ditemukannya artefak kuno dan candi di Pedagangan. Ditambah tlatah Tegal kerapkali dikaitkan dengan kerajaan Pajang dan Mataram Islam yang cenderung kekuasaan dengan basis pada agraris ( De Graaf, 1986).
Juru Demung Ki Gede Sebayu
Tegal berasal dari nama Tetegal, tanah subur yang mampu menghasilkan tanaman pertanian (Depdikbud Kabupaten Tegal, 1984). Sumber lain menyatakan, nama Tegal dipercaya berasal dari kata Teteguall. Sebutan yang diberikan seorang pedagang asal Portugis yaitu Tome Pires yang singgah di Pelabuhan Tegal pada tahun 1500 –an (Suputro, 1955).
Namun sejarah tlatah Kabupaten Tegal tak dapat diepaskan dari ketokohan Ki Gede Sebayu. Namanya dikaitkan dengan trah Majapahit, karena sang ayah Ki Gede Tepus Rumput ( kelak bernama Pangeran Onje) ialah keturunan Batara Katong Adipati Ponorogo yang masih punya kaitan dengan keturunan dinasti Majapahit (Sugeng Priyadi, 2002).
Tlatah Tegal juga tidak dapat dipisahkan dengan sejarah kerajaan-kerajaan jaman dulu yang dibangun di tlatah Sunda, misalnya Kerajaan Galuh Kawali yang wilayah kekuasaannya meliputi lebih dari setengah wilayah Jawa Tengah sekarang, jadi termasuk wilayah Tegal dan Banyumas.
Ki Gede Sebayu adalah putra ke22 dari 90 saudara. Putra beliau 2 orang yaitu, Raden Ayu Giyanti Subalaksana yang menjadi istri Pangeran Selarong (Pangeran Purbaya) dan Ki Gede Honggobuwono.
Antara abad 10 sampai 16 kemungkinan di wilayah Tegal ada sistem pemerintahan atau dikuasai kerajaan kecil, sebab menurut catatan Rijklof van Goens dan data di buku W. Fruin Mees, disebut kalau sekitar tahun 1575 daerah itu termasuk daerah merdeka yang dipimpin oleh raja kecil atau pangeran. Pendapat ini juga didukung di buku The History of Java karya Raffles yang menyatakan kalau ada kerajaan kecil yang bernama Kerajaan Mandaraka (ada juga yang menyebut Kerajaan Salya) di sekitar wilayah Tegal, tapi catatan ini sedikit meragukan.
Kerajaan Mataram mulai menguasai Tegal setelah penyerangan pasukan yang dipimpin oleh Pangeran Seda Krapyak. Sebagai bagian dari Kerajaan Mataram, wilayah Tegal mendapat status Kadipaten pada hari Rabu Kliwon tanggal 18 Mei 1601, dan Ki Gede Sebayu diangkat oleh Panembahan Senopati (penguasa Mataram) menjadi Juru Demang (setingkat Tumenggung).
Pada jaman perlawanan Pangeran Diponegoro (1825-1830), menurut catatan P.J.F. Louw dalam bukunya De Java Oorlog Uan, wilayah Tegal dipimpin Residen Uan Den Poet.
Sejarah
Kota Tegal merupakan penjelmaan dari desa yang bernama TETEGUALL, pada tahun 1530 telah nampak kemajuannya dan termasuk wilayah Kabupaten Pemalang yang mengakui Kerajaan Pajang.
Ki Gede Sebayu saudara Raden Benowo pergi ke arah Barat dan sampai di tepian Sungai Gung. Melihat kesuburan tanahnya, tergugah dan berniat bersama - sama penduduk meningkatkan hasil pertanian dengan memperluas lahan serta membuat saluran pengairan.
Daerah yang sebagian besar merupakan tanah ladang tersebut kemudian dinamakan Tegal.
Atas keberhasilan usahanya memajukan pertanian dan membimbing warga masyarakat dalam menanamkan rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, ia diangkat menjadi pemimpin dan panutan warga masyarakat. Oleh Bupati Pemalang kemudian dikukuhkan menjadi sesepuh dengan pangkat Juru Demung atau Demang.
Pengangkatan Ki Gede Sebayu menjadi pemimpin dilaksanakan pada perayaan tradisional setelah menikmati panen padi dan hasil pertanian lain, di bulan purnama tanggal 15 Sapar tahun EHE 988 yang bertepatan dengan hari Jum'at Kliwon bertepatan pula tanggal 12 April 1580.. Dalam Perayaan juga dikembangkan ajaran agama Islam dan budaya yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat pada waktu itu.
Hari, tanggal dan tahun Ki Gede Sebayu diangkat menjadi Juru Demung itu ditetapkan sebagai hari Jadi Kota Tegal dengan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1988 tanggal 28 Juli 1988.
Guci Tegal; Antara Keindahan dan Mitos
Kalau kota Bogor memiliki Puncak, Purwokerto memiliki Baturaden, Yogyakarta memiliki Kali Urang, maka kota Tegal selain dikenal sebagai penghasil teh dan satenya, Tegal juga punya daerah wisata yang tak kalah dengan daerah lain yakni pemandian air panas Guci yang terkenal sejuk dan asri.
Berbatasan dengan Brebes dan Pekalongan Obyek Wisata Guci berada di kaki Gunung Slamet. Guci yang secara geografis masuk ke wilayah Kabupaten Tegal ini merupakan daerah subur yang berudara dingin. Suasana pegununungan sudah tampak ketika kita memasuki daerah kabupaten Tegal. Guci ini tepatnya berlokasi di Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal.
Sebelum memasuki obyek wisata pemandian air panas Guci itu akan kita lewati daerah subur dengan pemandangan sawah, perkebunan sayur dan bawang merah akan mendominasi sepanjang kanan dan kiri jalan yang kita lalui. Rasa tak sabar ingin merasakan air yang konon berkhasiat di Guci terhibur dengan pemandangan indah dan udara sejuk itu. Jalan raya menuju Guci yang tidak terlalu ramai semakin merasuk ke dalam jiwa serta membangkitkan suasasa pedesaan nan damai.
Sekitar lima kilometer lagi menuju lokasi, tampak vila-vila atau pemondokan yang berjejer dipinggir disewakan untuk menampung para pelancong yang ingin bermalam. Tegal tidak hanya dikenal dengan Gucinya, teh pocinya tidak boleh dilupakan untuk dicicipi. Rasanya kurang afdol jika sudah sampai di Tegal tidak menghirup tehnya yang kental dan manis. Pocinya yang terbuat dari tanah liat menambah kenikmatan tersendiri.
Menurut mitos yang telah beredar selama ratusan tahun, air panas Guci adalah air yang diberikan Walisongo kepada orang yang mereka utus untuk menyiarkan agama Islam ke Jawa Tengah bagian barat di sekitar Tegal. Karena air itu ditempatkan di sebuah guci (poci), dan berkhasiat mendatangkan berkat, masyarakat menyebut lokasi pemberian air itu dengan nama Guci.
Tetapi karena air pemberian wali itu sangat terbatas, pada malam Jumat Kliwon, salah seorang sunan menancapkan tongkat saktinya ke tanah. Atas izin Tuhan, mengalirlah air panas tanpa belerang yang penuh rahmat ini. Nah, Sampai saat ini, setiap malam Jumat Kliwon, banyak orang datang dan mandi di tempat pemandian air panas ini untuk mendapat berkah. Bagi masyarakat sekitar obyek wisata ini, Guci adalah air hangat yang mengalir deras dari ujungnya, terus-menerus, tanpa henti. Kehangatan airnya dipercaya bisa menyembuhkan penyakit.
Ada sekitar 10 air terjun yang terdapat di daerah Guci. Di bagian atas pemandian umum disebut pancuran 13. Agak jauh sekitar satu kilometer, terdapat air terjun dengan air dingin bernama Air Terjun Jedor. Dinamai begitu karena dulu tempat di sekitar air terjun setinggi 15 meter itu adalah milik seorang Lurah yang bernama Lurah Jedor.
Pemandian pancuran 13 adalah lokasi yang paling banyak dikunjungi orang. Disebut begitu karena memiliki pancuran berjumlah tigabelas buah. Pemandian ini bisa dinikmati siapa saja alias tak bayar. Selain itu, berendam di pancuran tujuh merupakan alternative lainnnya. Di pancuran ini, penduduk desa Guci juga sering mandi entah untuk keperluan mencari berkat maupun untuk menyembuhkan penyakit seperti rematik, koreng atau penyakit kulit lain.
Objek wisata ini biasanya ramai dikunjungi pada malam Jumat Kliwon. Banyak orang yang ngalap berkah. Konon,kalau mandi pada jam dua belas malam dengan memohon sesuatu, permohonan apapun akan dikabulkan. Kepercayaan ini sudah turun-temurun. Jika hanya ingin menikmati pemandangan, Guci menawarkan wisata hutan. Sambil jalan-jalan menikmati pemandangan pepohonan pinus, Anda dapat merasakan kesejukan daerah ini.
Jika tidak berminat untuk jalan-jalan, Anda dapat menyewa kuda untuk berkeliling dan melihat air terjun. Dengan begitu Anda dapat menikmati pemandangan tanpa merasa lelah dan sekaligus bisa belajar menunggang kuda. Bila Anda ingin merasa puas berkeliling di area wisata seluas sekitar 210 hektar ini, Anda dapat menginap di daerah ini selama beberapa hari. Ada banyak penginapan di sini, dari kelas melati sampai berbintang.
Sesungguhnyalah objek wisata ini terletak di kaki Gunung Slamet bagian utara dengan ketinggian kurang lebih 1.050 meter dari kota Slawi sekitar 30 km atau dari kota Tegal berjarak tempuh sekitar 40 km ke arah selatan. Di tempat wisata ini telah tersedia berbagai macam fasilitas seperti penginapan, wisata hutan (wana wisata), kolam renang air panas, lapangan tennis, lapangan sepak bola, hotel, villa dan bumi perkemahan.
Guci mudah dijangkau dari berbagai daerah. Dari Slawi Anda bisa naik mini bus jurusan Bumi Jawa. Setelah ekitar tiga puluh menit, Anda berhenti di Desa Tuwel. Di situ banyak kendaraan bak terbuka menunggu penumpang menuju Guci. Dari ditu perjalanan tigapuluh menitpun akan mengantar Anda sampai tempat wisata yang sungguh menarik ini. (

SEJARAH KOTA TEGAL
Kota Tegal merupakan penjelmaan dari sebuah desa yang bernama TETEGUAL. Pada tahun 1530, Daerah ini telah mengalami banyak kemajuan dan telah menjadi bagian dari wilayah kabupaten Pemalang yang mengakui kerajaan Pajang.
Secara historis dijelaskan bahwa eksistensi dari Kota Tegal tidak lepas dari peran Ki Gede Sebayu. Bangsawan ini adalah saudara dari Raden Benowo yang pergi kearah Barat dan sampai di tepian sungai Gung. Melihat kesuburan tanahnya, Ki Gede Sebayu tergugah dan berniat bersama-sama penduduk meningkatkan hasil pertanian dengan memperluas lahan serta membuat saluran pengairan. Daerah yang sebagian besar merupakan tanah lading tersebut kemudian dinamakan Tegal.
Selain berhasil memajukan pertanian, dia juga merupakan ahli agama yang telah membimbing warga masyarakat dalam menanamkan rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas jasanya tersebut, akhirnya dia diangkat menjadi pemimpin dan panutan warga masyarakat.
Kemudian oleh Bupati Pemalang dikukuhkan menjadi sesepuh dengan pangkat Juru Demung atau Demang. Pengangkatan Ki Gede Sebayu menjadi Pemimpin Tegal dilaksanakan pada perayaan tradisional setelah menikmati hasil panen padi dan hasil pertanian lainnya. Perayaan tersebut tepat di bulan punama tanggal 15 sapar tahun EHE 988 yang bertepatan dengan hari jumat kliwon 12 April 1580. Dalam perayaan juga dikembangkan ajaran dan budaya agama islam yang hingga sekarang masih berpengaruh pada kehidupan masyarakat.
Hari,tanggal dan tahun Ki Gede Sebayu diangkat menjadi Juru Demung itu ditetapkan sebagai hari jadi Kota Tegal dengan peraturan Daerah No.5 tahun 1988 tanggal 28 Juli 1988. Ki Gede Sebayu Sebayu, keturunan trah Majapahit yang memilih diam cegah dhahar lawan guling, karena prihatin. Bahkan pada saat suasana makin kacau, Ki Ageng Ngunut (kakek Sebayu) mendesak Sebayu agar menyelamatkan Kerajaan Pajang. Namun, Sebayu menolak. Melihat penderitaan manusia akibat perebutan kekuasaan antar keluarga itu tidak kunjung reda, Sebayu malah pilih pamit untuk menyingkir ke barat. Dia melepas atribut kebangsawanannya dan mengembara mencari hakekat hidup. Sampailah dia di sebuah daerah penuh ilalang, padang rumput luas dengan sungai besar yang dialiri air bening sampai muara laut utara.
Dia terperangah melihat hamparan padang rumput luas yang nyaris tak berpenghuni itu. Temukan Persinggahan Di sana hanya ada beberapa bangunan semipermanen yang dihuni sejumlah santri dan sebuah makam keramat.
Makam tersebut adalah tempat jenazah Sunan Panggung atau Mbah Panggung dikebumikan. Terbersitlah di benak Sebayu untuk mengajari warga pesisir itu bercocok tanam. Dia merasa menemukan persinggahan yang menjanjikan, sehingga menghentikan pengembaraannya. Diajaknya warga setempat membabat alang-alang agar jadi tegalan. Selain itu, dia juga membuat bendungan di hulu sungai daerah Danawarih untuk dijadikan sumber air irigasi. Sementara itu, Pangeran Benow diangkat menjadi raja Pajang.
Dia membutuhkan sepupunya, Sebayu, untuk menjadi patih. Dia pun mengutus sejumlah prajurit untuk mencari Sebayu. Di Desa Tegal, tempat Sebayu bermukim, sepupu Benowo itu ditemukan. Namun, karena Sebayu tidak mungkin meninggalkan rakyat Tegal, Pangeran Benowo melantik dia menjadi juru demang atau sesepuh Desa Tegal. Anugerah sebagai sesepuh desa diberikan pada malam Jumat Kliwon, 15 Sapar Tahun 988 Hijriah, atau tahun 588 EHE. Waktu itu bertepatandengan 12 April 1580 Masehi.
Babad Desa Kedokan Sayang Tegal
Desa Kedokan Sayang yang terletak di segitiga perbatasan antara tiga kecamatan yaitu Keacamatan Talang, Kramat, dan Tarub merupakan desa yang memiliki satu rangkaian kisah dengan desa-ddesa lain. Desa-desa yang memiliki rangkaian satu kisah adalah Desa Kali Gayam, Cangkring, Wangan Dawa, Semingkir, dan lain-lain. Kedokan Sayang masuk wilayah Kecamatan Tarub, berada paling utara. Desa ini dibatasi oleh desa-desa yang berbeda kecamatan. Batas sebelah utara desa Jatilawang dan dan Kematran yang masuk wilyah Kecamatan Kramat. Sebelah timur dibatasi Bumiharja yang masuk wilayah Kec. Tarub. Sebelah selatan desa Tarub dan sebagian Kemanggungan yang masuk wilayah Kec. Tarub. Sedangkan sebelah barat desa Wangan Dawa yang masuk wilayah Kec. Talang.
Dulu di desa Kedokan Sayang ini pernah ada sesepuh desa yang konon seorang wali yang terkenal dengan nama Mbah Panggang. Namun cerita asal usul desa ini tidak berasal dari Mbah Panggang seperti desa-desa lain. Makam Mbah Panggang yang terletak di bagian selatan desa ini sampai sekarang masih di keramatkan bahkan pada tahun 2004 dipugar dan diberi atap dan tempat untuk berziarah. Asal usul Mbah Panggang sampai dengan diterbitkannya tulisan ini belum dapat diketahui. Makam Mbah Panggang dulu sering dijadikan tempat untuk bersumpah jika ada orang bersengketa. Caranya dengan melompati makam tersebut. Jika salah satu yang bersengketa itu benar atau tidak bersalah maka dia dapat melompati makam tersebut. Sebaliknya jika bersalah baik salah satu atau keduanya maka tidak dapat melompati makam tersebut. Padahal lebar makam tersebut tidak terlalu lebar, hanya satu lompatan biasa.
Ada beberapa tempat penting di desa Kedokan Sayang. Tempat-tempat tersebut menjadi sangat dikenal karena mempunyai nilai tertentu. Misalanya keramat, angker, unik dan lain-lain. Tempat-tempat tersebut adalah :
1. Makam Mbah Panggang
2. Makam Kidapati
3. Jaratan Kasir
4. Jaratan Dempet
5. Brug Jarum/ Jembatan Jarum
6. Prapatan Celeng
7. Ganjuran
8. Kampung Arab
9. Blok M/ Blok Masjid Baiturrohman
10.Karang Moncol
11. Tambak/ Pedukuhan di sebelah timur
12. Keben/ Pedukuhan kecil di sebelah selatan
13. Kuburan Pesarean di dukuh Tambak
Kisah Terjadinya Desa Kedokan Sayang
Gendowor seorang pengembala kuda, dia diangkat menjadi Adipati di Tegal. Karena menentang perintah kerajaan ia diberhentikan dari jabatannya. Ia berseteru dengan Bagus Suanda yang tidak mau bekerja sama dengan Belanda.
Ketika Gendowor datang ke rumah Bagus Suanda tidak dapat bertemu dengan Bagus Suanda karena sedang pergi ke Jawa Barat. Ia hanya bertemu dengan Ayah Bagus Suanda. Kecewa tidak dapat bertemu dengan Bagus Suanda, Ayah Bagus Suanda yang sudah tua itu dipukuli oleh Gendowor. Gendowor mengamuk di rumah Bagus Suanda. Ketika Bagus Suanda pulang ke rumah, mengetahui Ayahnya penuh luka ia marah dan mengejar Gendowor.
Bagus Suanda berhasil mengejar Gendowor, maka terjadilah perkelahian antara kedua orang yang sama-sama sakti. Kejar-mengejar antara keduanya siang dan malam hingga berhari-hari. Setiap daerah yang dilewati oleh pelarian Gendowor menjadi nama-nama desa. Misalnya ketika Gendowor bersembunyi di tepi sungai, di bawah pohon gayam maka tempat itu diberi nama Desa Kaligayam. Lalu berlari ke timur bersembunyi di bawah pohon cangkring maka tempat itu diberi nama Desa Cangkring. Gendowor terus dikejar oleh Bagus Suanda. Untuk menyingkir dari kejaran Bagus Suanda, ia menyusuri sungai kecil atau wangan yang panjang, tempat itu sekarang diberi nama Wangan Dawa dan tempat untuk menyingkir diberi nama Semingkir tempatnya di sebelah utara Wangan Dawa.
Bagus Suanda tidak kenal menyerah, ia tidak akan berhenti sebelum dapat menangkap Gendowor. Hingga akhirnya Bagus Suanda berhasil menemukan Gendowor yang sedang kehausan hendak minum air empang atau blumbang atau Kedokan. Seketika itu pula Bagus Suanda menyerang Gendowor. Perkelahian terjadi cukup seru karena saling mengeluarkan kesaktian masing-masing. Gendowor kalah tak berdaya. Tempat perkelahian itu dinamakan Kedokan Sayang. Mengapa disebut demikian? Sebab di Kedokan tadi sangat disayangkan, seorang Adipati Gendowor minum air di Kedokan dan Sayang pula di Kedokan itu Gendowor kalah. Kudanya yang bernama Kidapati dimakamkan di Pemakaman Seng atau jaratan Kasir, sampai sekarang masih dapat dijumpai makamnya di situ. Lalu di mana makam Kendowor? Sampai sekarang maish misteri. Maka tempat itu di kemudian hari menjadi desa Kedokan Sayang. Sampai hari ini desa Kedokan Sayang masih ada tempat lahir nenek moyang saya, ibu saya, bapak saya, kakak saya, saya dan anak-anak saya serta ponakan saya.
Guci Indah
Guci Indah adalah Objek wisata yang berada di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal. Memiliki luas 210 Ha, terletak di kaki Gunung Slamet bagian utara dengan ketinggian kurang lebih 1.050 meter. Dari Kota Slawi berjarak ± 30 km, sedangkan dari Kota Tegal berjarak tempuh sekitar 40 km ke arah selatan.
Air yang mengalir dari pancuran-pancuran di obyek wisata ini dipercaya bisa menyembuhkan penyakit seperti rematik, koreng serta penyakit kulit lainnya, khususnya Pemandian Pancuran 13 yang memang memiliki pancuran berjumlah tiga belas buah.
Ada sekitar 10 air terjun yang terdapat di daerah Guci. Di bagian atas pemandian umum pancuran 13, terdapat air terjun dengan air dingin bernama Air Terjun Jedor. Dinamai begitu karena dulu tempat di sekitar air terjun setinggi 15 meter itu adalah milik seorang Lurah yang bernama Lurah Jedor. Untuk berkeliling di sekitar obyek wisata dapat dilakukan dengan menyewa kuda dengan tarif sewa yang relatif murah.
Fasilitas yang tersedia antara lain penginapan (kelas melati sampai berbintang), wisata hutan (wana wisata), kolam renang air panas, lapangan tennis, lapangan sepak bola, dan bumi perkemahan.
Objek wisata ini biasanya ramai dikunjungi pada malam Jumat Kliwon. Banyak orang yang ngalap berkah. Konon, kalau mandi pada pukul 12 malam dengan memohon sesuatu, permohonan apapun akan dikabulkan. Kepercayaan ini sudah turun-temurun.
Diceritakan air panas Guci adalah air yang diberikan Walisongo kepada orang yang mereka utus untuk menyiarkan agama Islam ke Jawa Tengah bagian barat di sekitar Tegal. Karena air itu ditempatkan di sebuah guci (poci), dan berkhasiat mendatangkan berkat, masyarakat menyebut lokasi pemberian air itu dengan nama Guci. Tapi karena air pemberian wali itu sangat terbatas, pada malam Jumat Kliwon, salah seorang sunan menancapkan tongkat saktinya ke tanah. Atas izin Tuhan, mengalirlah air panas tanpa belerang yang penuh rahmat ini.
Sejarah Objek Wisata Guci
Obyek Wisata Guci bermula setelah ditemukannya sumber mata air (bahasa jawa: tuk) di Desa Guci dan diteliti tidak mengandung racun. Maka pada tahun 1974 pemandian air panas dibuka untuk umum dengan fasilitas yang masih alami dan belum dibuat seperti sekarang ini, wisatawan masih mandi di bawah gua sumber mata air panas yang konon tempat itu merupakan daerah kekuasaan dayang Nyai Roro Kidul yang bertugas di wilayah sungai sebelah utara Gunung Slamet atau lebih dikenal Kali Gung. Dinamakan Kali Gung sebab bersinggungan dengan mata air yang agung yakni aliran mata air panas yang melimpah sepanjang tahun, dayang Nyai Roro Kidul bernama Nyai Rantensari yang berwujud naga maka di Pancuran 13 tersebut dibuat Patung Naga untuk mengingatkan akan daya mistis yang ada dikawasan Obyek Wisata Guci.
Di kawasan tersebut juga terdapat pohon beringin dan pohon karet yang sudah ratusan tahun yang konon ditanam oleh keturunan Kyai Klitik yang bernama Eyang Sudi Reja dan Mbah Abdurahim pada tahun 1918. Dengan maksud agar daerah tersebut tidak mudah longsor, kuat serta rindang. Sampai sekarang pemandian air panas Guci menyimpan misteri kegaibannya sebab merupakan peninggalan para wali terdahulu penyebar agama islam, dan masih banyak tempat – tempat yang menyimpan sejarah seperti petilasan Kyai Mustofa dan makamnya di Pekaringan berjarak 5 KM dari Desa Guci, Kyai Mustofa adalah seorang ulama keturunan kanjeng Sunan Gunungjati yang syiar Islam kemudian bertapa di Desa Guci pada zaman cucu Kyai Klitik.
Ulama inilah yang memberi nama air terjun di sebelah atas Pemandian Pancuran 13 yaitu Curug Serwiti sebab banyak muncul burung serwiti dan diatas curug itu ada lagi sebuah curug yang indah bernama Curug Jedor yang tidak pernah diketahui asal muasal nama tersebut.
Data ini bersumber dari Babad Tanah Jawa dan penuturan leluhur dari keturunan Raden Patah.
Asal Usul ( Sejarah ) Desa Bojong
Dari berbagai sumber yang telah ditelusuri dan digali asal usul desa Bojong dimulai dari abad ke – 18 atau jaman kerajaan Mataram atau lebih tepatnya pada waktu perang Diponegoro melawan Belanda.
Ketika jaman perang antara P. Diponegoro melawan Belanda, P. Diponegoro menggunakan taktik gerilya yang bermarkas di Gua Selarong , dan markas tersebut digempur oleh Belanda yang mengakibatkan P Diponegoro dan prajuritnya lari tunggang langgang berpencaran . Dalam pelarian tersebut, daerah yang dituju sebagai tempat pelarian adalah daerah sekitar Selarong sampai juga ke barat sungai Progo.
Pada waktu itu P Diponegoro dan pengikutnya terbujung – bujung dari kejaran Belanda dan karena kecapaian maka berhentilah P Diponegoro di suatu tempat. Untuk mengenang kejadian tersebut maka tempat itu kemudian dinamakan Bojong yang artinya dikejar-kejar.
Asal Usul ( Legenda ) Desa Bojong
Cikal bakal desa Bojong sendiri adalah dari kisah Kyai Tirto Kusumo atau Kyai Supingi yang mempunyai kesaktian dapat berhubungan dengan makhluk halus, makhluk halus ini diceritakan berwujud Kerbau berwarna kuning yang dinamakan Kebo Kuning. Cerita tersebut dimungkinkan ada hubungannya dengan kisah jaman dahulu, yaitu ada seorang tokoh sakti bernama Mahesa Jenar dengan senjata pusaka Nogo Sosro Sabuk Intennya.
Kyai Tirto Kusumo dimakamkan di wilayah Kedung Kuning, di daerah sekitar bantaran Sungai Serang. Tempat tersebut juga menjadi tempat tinggal makhluk halus Kebo Kuning piaraanya dan sampai saat ini menurut sumber yang bisa dipercaya Nogososro Sabuk Inten juga masih ada di desa Bojong.
Alkisah Kebo Kuning tersebut diminta oleh Kyai Tirto Kusumo untuk membajak tegal / sawah yang dulunya adalah desa Bojong masih banyak yang berujud tegal dan sawah agar siap ditanami, karena kesaktiannya, maka permintaan tersebut dapat dilaksanakan dalam waktu semalam saja.
Ada kisah bahwa apabila masyarakat sekitar melihat penampakan Kebo Kuning di Sungai Serang, maka menandakan akan ada bencana jebolnya tanggul Sungai Serang. Masyarakat boleh percaya atau tidak percaya, tapi pernah terbukti pada tahun 1963 Bp. Darmoi Wiyono yang dulu menjabat sebagai seorang perangkat desa yaitu Kepala Bagian Kemakmuran, melihat Kebo Kuning tersebut, di tahun yang sama tanggul sungai Serang jebol.
Kyai Tirto Kusumo setelah meninggal kemudian dimakamkan di makam Madanom, Gentan, Depok, Tayuban yang Termasuk makam Madanom, Gentan, Depok dan Tayuban dulunya masih masuk dalam satu wilayah desa Bojong sampai kira-kira tahun 1950-an. Kemudian karena kepadatan penduduk dan pemekaran wilayah maka pecah menjadi 3 desa yakni desa Depok, desa Tayuban dan desa Bojong sendiri.
Asal Usul ( Mitos ) Desa Bojong
Ada lagi tokoh yang ada di desa Bojong yaitu Kyai Fakih Jamal yang diabadikan menjadi nama bendungan air Pekik Jamal ceritanya dimulai pada jaman penjajahan Belanda adalah tokoh yang merintis dibangunnya bendungan air di Sungai Serang, walaupun belum permanent.
Bangunan tersebut dibangun kembali pada jaman penjajahan Jepang dengan menggunakan kerja paksa. Tokoh ini juga dimakamkan di makam Madanom Gentan. Tokoh ini muncul setelah Kyai Tirto Kusumo.
Bupati Tegal dari Masa ke Masa
Sejarah kepemimpinan di Kabupaten Tegal telah mengalami serangkaian pergantian, dimulai dari Ki Gede Sebayu (1601-1620).
Berikut adalah pemimpin Kabupaten Tegal dari masa ke masa…
1. Ki Gede Sebayu ( Juru Demung ) setingkat dengan Bupati
Masa kepemimpinan : 1601 s/d 1620
keterangan : dimakamkan di Desa Danawarih, Kecamatan Balapulang
2. Ki Gede Honggowono ( Juru Demung ) setingkat dengan Bupati
Masa kepemimpinan : 1620 s/d 1625
Keterangan : dimakamkan di Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru
3. Pangeran Adipati Martoloyo
Masa kepemimpinan : 1625 s/d 1678
4. Tumenggung Sindurejo ( Pranantaka )
Masa kepemimpinan : 1678 s/d 1679
5. Tumenggung Honggowono ( Reksonegoro )
Masa kepemimpinan : 1679 s/d 1680
Keterangan : dimakamkan di Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru
6. Tumenggung Secowijoyo
Masa kepemimpinan : …. s/d 1697
7. Tumenggung Secomenggolo
Masa kepemimpinan : 1697 s/d 1700
8. Tritonoto
Masa kepemimpinan : 1700 s/d 1702
9. Tumenggung Bodroyudo Secowardoyo I ( Reksonegoro II )
Masa kepemimpinan : 1702 s/d 1746
10. Tumenggung Secowardoyo II ( Reksonegoro III )
Masa kepemimpinan : 1746 s/d 1776
Keterangan : dimakamkan di desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru
11. Tumenggung Kartoyodo ( Reksonegoro IV )
Masa kepemimpinan : 1776 s/d 1800
Keterangan : dimakamkan di Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru
12. R.M.Panji Haji Cokronegoro VI
Masa kepemimpinan : 1800 s/d 1816
Keterangan : dimakamkan di Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng
13. Tumenggung Surenggrono
Masa kepemimpinan : 1816 s/d 1816
14. Tumenggung Sumodiwangso / Surodiwongso, Suroloyo ( Reksonegoro )
Masa kepemimpinan : 1816 s/d 1819
15. Tumenggung Secomenggolo
Masa kepemimpinan : 1819 s/d 1821
16. R.M.A. Reksonegoro VI
Masa kepemimpinan : 1821 s/d 1857
Keterangan : dimakamkan di Desa Tegalarum kecamatan Adiwerna
17. Tumenggung Sosronegoro
Masa kepemimpinan : 1857 s/d 1858
18. Mas Ronggo Surodipuro
Masa kepemimpinan : 1858 s/d 1862
19. R. Tumenggung Widyoningrat
Masa kepemimpinan : 1862 s/d 1864
20. R. Tumenggung Panji Sosrokusumo
Masa kepemimpinan : 1864 s/d 1869
21. R.M. Ore ( R.M.A. Reksonegoro VII )
Masa kepemimpinan : 1869 s/d ….
22. R.M. Kis ( R.M.A. Reksonegoro VIII )
Masa kepemimpinan : …. s/d 1903
Keterangan : dimakamkan di Desa Tegalarum, Kecamatan Adiwerna
23. R.M. Suyitno ( R.M.A. Reksonegoro IX )
Masa kepemimpinan : 1903 s/d 1929
Keterangan : dimakamkan di Desa Tegalarum, Kecamatan Adiwerna
24. R.M. Susmono ( R.M.A. Reksonegoro X )
Masa kepemimpinan : 1929 s/d 1935
25. J. Patih R. Subiyanto
Masa kepemimpinan: 1935 s/d 1937
26. R. Tumenggung Slamet Kertonegoro
Masa kepemimpinan : 1937 s/d 1942
27. Mr. Moh. Besar ( merangkap Burgermester )
Masa kepemimpinan : 1942 s/d 1944
28. Raden Sunaryo
Masa kepemimpinan : 1944 s/d 1945
29. Kyai Abu Sujai
Masa kepemimpinan : 1945 s/d 1946
Keterangan : dimakamkan di Talang
30. Prawoto Sudibyo
Masa kepemimpinan : 1946 s/d 1948
31. R. Soeputro
Masa kepemimpinan : 1948 s/d 1949
32. R.M. Susmono Reksonegoro
Masa kepemimpinan : 1949 s/d 1950
33. R.M. Sumindro
Masa kepemimpinan : 1950 s/d 1955
34. R.M. Projosumarto
Masa kepemimpinan : 1955 s/d 1960
35. Sutoro
Masa kepemimpinan : 1960 s/d 1966
Keterangan : dimakamkan di Kebumen
36. Pj. Munadi
Masa kepemimpinan : 1966 s/d 1966
37. Pj. R. Sutarjo
Masa kepemimpinan : 1967 s/d 1967
38. Letkol.R. Supandhi Yudodharmo
Masa kepemimpinan : 1967 s/d….
39. Letkol. R. Samino Sastrosuwignyo
Masa kepemimpinan : 1973 s/d 1977
40. Drs. Herman Sumarmo (Ymt)
Masa kepemimpinan : 1977 s/d 1978
41. Hasyim Dirjosubroto
Masa kepemimpinan : 1978 s/d 1989
42. Drs. H. Wienachto
Masa kepemimpinan : 1989 s/d 1991
43. Drs. Sudiatno (Ymt)
Masa kepemimpinan : 1991 s/d 1991
44. Drs. H. Soetjipto
Masa kepemimpinan : 1991 s/d 1998
45. Drs. Setiawan Sadono (Plt)
Masa kepemimpinan : 1999 s/d 1999
46. Drs. H. Soediharto
Masa kepemimpinan : 1999 s/d 2004
47. Agus Riyanto, SSos, MM
HM. Hammam Miftah, S.Ag, MM (Wakil Bupati )
Masa kepemimpinan : 2004 s/d 2009
48. Agus Riyanto, S.Sos, MM.
H. M. HERRY SOELISTYAWAN, SH, M.Hum (Wakil Bupati)
Masa kepemimpinan : 2009 s/d 2012
49. H. M. HERRY SOELISTYAWAN, SH, M.Hum
Masa kepemimpinan : Januari 2013 s/d Mei 2013
Plt. Bupati Tegal, Mei 2013 - 2014 : Drs. HARON BAGAS PRAKOSA, M.Hum




Tidak ada komentar:

Posting Komentar