Rabu, 30 September 2015

Alasan Kenapa Kaki dan Ketiak Gampang Geli

ketiak
Ketiak dan telapak kaki hampir sebagian besar orang menjadi bagian tubuh yang paling tidak tahan geli. Kenapa dua bagian ini paling sensitif dan tidak tahan jika digelitik atau disentuh?

Beberapa orang mungkin memiliki bagian sensitif yang berbeda, karena pada titik tersebut menghasilkan refleks geli dengan derajat yang bervariasi atau bahkan tidak sama sekali. Seseorang mungkin memiliki daerah sensitif dimana orang lain tidak merasakan apapun.

Telapak kaki dan ketiak merupakan dua daerah dalam tubuh yang paling sensitif bagi kebanyakan orang. Hal ini karena pada telapak kaki memiliki konsentrasi Meissner’s corpuscles yang lebih tinggi. Ujung dari saraf ini akan membuat telapak kaki memiliki kadar geli yang lebih tinggi daripada bagian tubuh lainnya, seperti dikutip dari health.

Biasanya tempat yang paling geli adalah tempat yang sangat rentan terhadap serangan, setidaknya di sekitar bagian atas tubuh. Pada bagian ketiak mengandung pembuluh darah dan arteri, serta memungkinkan akses leluasa ke jantung karena tulang rusuk sangkar tidak lagi memberikan perlindungan kepada rongga dada di sekitar ketiak.

Hal yang sama juga berlaku pada bagian tubuh yang geli lainnya seperti leher. Karena tidak ada perlindungan dari tulang, maka secara otomatis seseorang akan bereaksi ketika daerah tersebut disentuh oleh orang lain. Sebagai tambahan, saraf reseptor yang dekat dengan permukaan kulit akan membuat sensitifitasnya makin tinggi.

Selain itu, leher juga mengandung bagian-bagian penting. Seperti karotid yang akan memasok darah ke otak serta batang leher yang membawa udara ke paru-paru juga terletak dibagian depan leher.

Peneliti juga menunjukkan bahwa cerebellum (otak kecil), yang merespons sentuhan akan menunjukkan aktivitas yang lebih saat diberi sentuhan yang mendadak dibandingkan dengan sesuatu yang telah diantisipasi. Jika otak sudah bisa mengenali sentuhan yang akan datang, hal ini akan membuat saraf respons tidak terlalu intens. Makanya seseorang tidak akan pernah berhasil menggelitik diri sendiri.

Seseorang yang tertawa saat digelitik dipengaruhi oleh faktor sosial, karena orang akan tertawa jika yang melakukan sentuhan tersebut adalah seseorang yang dekat atau sudah merasa nyaman satu sama lain seperti orang tua, sahabat, atau teman. Namun, jika yang melakukannya adalah orang lain, responsnya bukan tertawa tapi bisa saja menjadi marah

Fenomena Seputar Sumpah Pocong


Sumpah pocong yang konon merupakan tradisi masyarakat pedesaan adalah sumpah yang dilakukan oleh seseorang dengan kondisi terbalut kain kafan layaknya orang yang telah meninggal. Sumpah ini tak jarang dipraktekkan dengan tata cara yang berbeda, misalnya pelaku sumpah tidak dipocongi tapi hanya dikerudungi kain kafan dengan posisi duduk.

Sumpah pocong biasanya dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan dilengkapi dengan saksi dan dilakukan di rumah ibadah (mesjid). Di dalam hukum Islam sebenarnya tidak ada sumpah dengan mengenakan kain kafan seperti ini. Sumpah ini merupakan tradisi lokal yang masih kental menerapkan norma-norma adat. Sumpah ini dilakukan untuk membuktikan suatu tuduhan atau kasus yang sedikit atau bahkan tidak memiliki bukti sama sekali.

Di dalam sistem pengadilan Indonesia, sumpah ini dikenal sebagai sumpah mimbar dan merupakan salah satu pembuktian yang dijalankan oleh pengadilan dalam memeriksa perkara-perkara perdata, walaupun bentuk sumpah pocong sendiri tidak diatur dalam peraturan Hukum Perdata dan Hukum Acara Perdata. Sumpah mimbar lahir karena adanya perselisihan antara seseorang sebagai penggugat melawan orang lain sebagai tergugat, biasanya berupa perebutan harta warisan, hak-hak tanah, utang-piutang, dan sebagainya.


Dalam suatu kasus perdata ada beberapa tingkatan bukti yang layak diajukan, pertama adalah bukti surat dan kedua bukti saksi. Ada kalanya kedua belah pihak sulit menyediakan bukti-bukti tersebut, misalnya soal warisan, turun-temurunnya harta, atau utang-piutang yang dilakukan antara almarhum orang tua kedua belah pihak beberapa puluh tahun yang lalu. Bila hal ini terjadi maka bukti ketiga yang diajukan adalah bukti persangkaan yaitu dengan meneliti rentetan kejadian di masa lalu. Bukti ini agak rawan dilakukan. Bila ketiga macam bukti tersebut masih belum cukup bagi hakim untuk memutuskan suatu perkara maka dimintakan bukti keempat yaitu pengakuan. Mengingat letaknya yang paling akhir, sumpah pun menjadi alat satu-satunya untuk memutuskan sengketa tersebut. Jadi sumpah tersebut memberikan dampak langsung kepada pemutusan yang dilakukan hakim.

Sumpah ada dua macam yaitu Sumpah Suppletoir dan Sumpah Decisoir. Sumpah Supletoir atau sumpah tambahan dilakukan apabila sudah ada bukti permulaan tapi belum bisa meyakinkan kebenaran fakta, karenanya perlu ditambah sumpah. Dalam keadaan tanpa bukti sama sekali, hakim akan memberikan sumpah decisoir atau sumpah pemutus yang sifatnya tuntas, menyelesaikan perkara. Dengan menggunakan alat sumpah decisoir, putusan hakim akan semata-mata tergantung kepada bunyi sumpah dan keberanian pengucap sumpah. Agar memperoleh kebenaran yang hakiki, karena keputusan berdasarkan semata-mata pada bunyi sumpah, maka sumpah itu dikaitkan dengan sumpah pocong . Sumpah pocong dilakukan untuk memberikan dorongan psikologis pada pengucap sumpah untuk tidak berdusta.


Tidak Benar Tunjangan Profesi Guru Dihapus

Kabar Bombastis Media Online tentang Tunjangan Sertifikasi (Profesi Guru) yang Akan Dihapus

Saat ini mungkin banyak kabar beredar mengenai akan dihapuskannya tunjangan profesi guru atau yang umum juga disebut tunjangan sertifikasi guru (karena hanya diberikan pada guru yang bersertifikat profesi pendidik). Kabar-kabar semacam ini tentu sangat menarik perhatian para guru di seluruh pelosok negeri. Bagaimana tidak, tunjangan profesi yang nilainya sama dengan gaji pokok guru itu bila dihapuskan tentu sangat berdampak pada berbagai aspek penghidupan guru yang bersangkutan. Akibatnya, pada berbagai media sosial seperti grup-grup di facebook dan twitter banyak dishare artikel-artikel bombastis tentang ini. Pada dasarnya beberapa informasi itu harus kita cermati dengan bijak dan jangan langsung terpancing begitu saja. Ada beragam motif yang dilakukan para pemilik media online untuk membuat berita semacam itu.

Tidak Benar Tunjangan Profesi Guru Dihapus
isu tentang tunjangan profesi guru dan bantahan dari dirjen GTK

Jadi, benarkah tunjangan profesi guru atau umum disebut tunjangan sertifikasi guru itu akan dihapus? Dirjen GTK (Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan) Kementerian Pendidikan Nasional, Bapak Sumarna Surapranata mengatakan bahwa hal itu TIDAK BENAR. Pada website resmi Dirjen GTK Kemdikbud (http://gtk.kemdikbud.go.id/post/tunjangan-profesi-guru-tidak-dihapus) beliau menyatakan bahwa tidak ada penghapusan tunjangan profesi untuk guru bersertifikat pendidik yang memenuhi syarat dan ketentuan untuk menerima tunjangan dimaksud.

Hal ini dapat dibuktikan bahwa untuk tahun 2016, pemerintah telah menganggarkan dana sebesar Rp. 73 trilyun untuk membayar tunjangan profesi bagi guru-guru PNSD (Pegawai Negeri Sipil Daerah) dan Rp. 7 trilyun untuk guru non-PNS dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut Bapak Sumarna Surapranata, pembayaran tunjangan profesi sesuai dengan UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 

Baca Juga:
Kabar Gembira: SKTP semester 1 tahun 2015/2016 telah Terbit. Cek punya Bapak/Ibu Guru masing-masing di sini!

Teruskan Membaca »

Contoh Format Rubrik Penilaian Baca Puisi

Aspek-Aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Menilai Pembacaan Puisi

Sebelum seseorang penilai memberikan penilaian pada pembacaan puisi, maka ia tentunya harus memahami aspek-aspek yang sangat menentukan bagus tidaknya seseorang dalam membaca sebuah puisi. Lalu, apa saja aspek-aspek yang harus diperhatikan jika seorang guru atau juri ingin menilai suatu pembacaan puisi? Untuk menilai suatu pembacaan puisi, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut, yaitu:
  • penghayatan/penjiwaan/ekspresi

    Pada suatu pembacaan puisi, si pembaca harus dapat memahami dan menghayati kandungan dalam puisi yang dibacakannya. Dengan demikian, si pembaca puisi akan mampu menjiwai dan menyampaikan ekspresi yang tepat sesuai dengan isi puisi yang dibacanya dengan baik.
  • Contoh Format Rubrik Penilaian Baca Puisi
    menilai pembacaan puisi?
  • gerak meliputi mimik, gesture dan pantomimik

    Seorang pembaca puisi yang baik dapat melakukan gerakan-gerakan yang sesuai dengan jiwa puisi yang dibacakannya. Ia harus dapat menampilkan ekspresi mimik (air muka), gesture (gerak tubuh), dan pantomimik (gerak anggota tubuh seperti tangan dan jari jemari) secara proporsional dan tepat.
Teruskan Membaca »

Cerita Rakyat Dari Sumatera Barat, Riwayat Bunda Kandung

Cerita Rakyat Dari Sumatera Barat, Riwayat Bunda Kandung
Pada suatu masa, Kerajaan Pagaruyung mempunyai raja perempuan bernama Bunda Kandung. Baginda raja adil dan bijaksana, tapi tegar hatinya. Dalam mengatur kerajaan, Baginda dibantu oleh empat orang pembesar, dua orang petinggi, dan seorang panglima. Keempat pembesar bertugas tak berbeda dengan menteri. Orang menyebutnya Basa IV Balai, yang artinya pembesar dari empat jawatan. Dua orang petinggi dinamakan Raja Dua Sila, yang memimpin lembaga hukum agama dan lembaga hukum adat. Panglima kerajaan dinamakan Orang Gadang. Ketujuh pembantu Baginda itu dinamakan pula sebagai Gadang Nan Batujuah, yang artinya orang besar yang bertujuh.

Dalam istana, Baginda dibantu oleh dua orang yang sangat setia. Karena setia, Baginda sayang pula kepada mereka. Yang seorang, laki-laki bernama Bujang Selamat. Gombak rambut di kepalanya panjang. Jika dilepas dari gulungnya hampir mencapai tanah. Dalam tambo dia disebut Bujang Selamat Panjang Gombak.

Setiap saat dia bersedia melakukan apa saja yang disuruh Baginda, baik siang maupun malam. Yang lain, seorang perempuan bernama Lenggo Geni. Tugasnya mengurus keperluan pribadi Baginda.

Baginda sangat disegani. Sampai raja-raja atau pangeran tak berani meminangnya. Karena raja yang jadi suami, harus tinggal di istana Pagaruyung. Bagaimana mungkin raja yang memerintah di kerajaannya sendiri, mesti tinggal di Kerajaan Pagaruyung. Para pangeran tidak berani meminang karena kebesaran kerajaan Baginda. Meskipun tidak bersuami, Baginda mendapat gelar Bunda Kandung.

Menurut tambo, begini cerita asal mulanya Baginda mendapat gelar Bundo Kandung itu.

Adalah pada suatu tengah hari, di kala matahari berada tepat di puncak kepala. Sinarnya yang terik memanggang bumi. Bayang-bayang pohon kayu jatuh pada pangkalnya. Ayam berlindung dikolong rumah. Lidah anjing terjulur-julur tanpa daya sambil berleha-leha. Angin pun tidak berembus. 

Di kala itu, Baginda mengalai di anjung peranginan istana. Dikipas dayang-dayang karena kegerahan. Dayang-dayang mengipas sambil bernyanyi kecil, seperti ibu menidurkan bayinya. Tiba-tiba Baginda memanggil Lenggo Geni. Setelah Lenggo Geni mendekat, Baginda berkata, "Panggil Bujang Selamat."

Lenggo Geni segera turun ke halaman. Didapatinya Bujang Selamat terkulai seperti orang tidur di kolong anjungan. "Selamat. Baginda memanggil," kata Lenggo Geni.

"Kenapa?" tanya Bujang Selamat.

"Mana aku tahu."

Bujang Selamat segera bangun. Tergopoh-gopoh naik ke istana. "Hamba datang, Baginda," katanya ketika sampai. 

"Hari panas sekali. Aku haus. Kau ambilkan dua kelapa gading. Segera!" kata Baginda.

"Baik Baginda," ujar Bujang Selamat.

Kelapa gading tumbuh di halaman istana. Pohonnya tinggi. Di pangkalnya bersarang kalajengking hitam. Jika disengatnya, pingsanlah orang. Di batangnya bersarang semut merah besar yangdisebut kerarangga. Jika orang digigitnya, pedih gatalnya terasa sampai ke sumsum tulang. Di rumpun daunnya bersarang ular gerang. Jika dipatuknya nyawa melayang. Tapi Bujang Selamat kebal kulit. Bila kalajengking itu menyengat, kalajengking itu yang mati. Jika ular itu mematuk, ular itu yang mati.

Bujang Selamat berhasil memetik dua buah kelapa gading seperti yang disuruh Baginda. Setelah dikupas sabutnya dan dilobangi batoknya, dibawanya ke anjung istana. Secara lahap mereguk airnya. Setelah habis sebuah, diambilnya sebuah lagi. Sedikit saja direguknya. Sisanya diberikan Baginda kepada Lenggo Geni. Maka terasasejuklah tubuh Baginda. Begitu pula Lenggo Geni. Akhirnya, kedua perempuan itu terlelaplah. Daging kelapa itu diberikan Bujang Selamat kepada kuda, kerbau dan ayam piaraan istana.

Menurut cerita tambo, kelapa gading itu buah yang keramat. Tidak lama kemudian, Baginda pun hamil. Begitu pula Lenggo Geni. Kuda, kerbau dan ayam yang memakan daging kelapa itu pun demikian pula.

Ketika tiba waktunya, Baginda melahirkan bayi laki-laki. Bayi itu diberi nama Sutan Rumandung. Ketika sudah dewasa bergelar Dang Tuanku.

Tak lama kemudian, Lenggo Geni pun melahirkan. Baginda menamakan bayi itu Bujang Kecinduan. Ketika besar bernama Cindur Mato.

Begitu sayangnya Baginda kepada kedua laki-laki itu. Tak dapat dikatakan, kepada siapa sayang Baginda berlebih. Sejak mendapat anak itulah Baginda dinamakan Bunda Kandung oleh rakyat Kerajaan Pagaruyung.

Dari kerbau yang memakan daging kelapa itu lahir pula seekor anak. Diberi nama Binuang. Anak kuda yang lahir diberi nama Gumarang, sedangkan anak ayam bernama Kinantan. Setelah besar, hewan itu ternyata punya keistimewaan. Binuang menyimpan ribuan lebah di daun telinganya. Kalau dia menggeleng, lebah itu akan keluar dan menyerang siapa saja yangada di sekitar itu. Gumarang larinya kencang bagai kuda sembrani. Sementara itu, Kinantan berbulu putih dan nyaring kokoknya. Sebagai ayam jago, Kinantan selalu menang berlaga di gelanggang aduan.

Ketika Dang Tuanku mulai dewasa, dia ditunangkan dengan Puti Bungsu, anak dari adik Bunda Kandung. Dia memangku jabatan Raja Muda yang berkedudukan di Indrapura, di pesisir selatan Kerajaan. Puti Bungsu terkenal cantik sehingga Tihang Bungkuk, anak Imbang Jaya dari kerajaan sebelah selatan ingin pula menyuntingnya. Ketika dia tahu Puti Bungsu telah bertunangan, disebarkannya berita bahwa Dang Tuanku telah kena penyakit kutukan. Seluruh tubuhnya kena kena penyakit biring. Biring yang bernanah. Baunya sangat busuk. Tempat tinggalnya dikucilkan ke sebuah pondok di tepi sungai agar penyakitnya tidak menular ke banyak orang. Percaya kepada berita itu, Raja Muda memutuskan pertunangan Puti Bungsu dengan Dang Tuanku. Lalu menerima lamaran Tihang Bungkuk.

Bunda Kandung marah sekali mendengar keputusan Raja Muda itu. Dikirimlah Cindur Mato untuk menyelidiki benar tidaknya berita itu. Namun, Dang Tuanku menyuruh Cindur Mato menculik Puti Bungsu.

Di perjalanan, adapesawangan tempat penyamun biasa beraksi, dikenal sebagai bukit Tambun Tulang. Tempat tulang-belulang bertimbun dari korban para penyamun sejak dulu. Di tempat itu, Cindur Mato dihadang oleh anak buah Tihang Bungkuk. Cindur Mato dikeroyok sampai hampir tidak berdaya. Lalu dia berseru kepada ketiga hewan yang dibawanya agar membantunya. Gumarang menerjang kian kemari. Kinantan mematuk kepala penyamun itu, sedangkan Binuang melepaslebah yangbersarang di telinganya. Lari puntang pantinglah semua penyamun itu. Cindur Mato tak terhadang lagi sampai ke istana Raja Muda. Dia berhasil membawa lari Puti Bungsu.

Ketika Tihang Bungkuk tahu tunangannya diculik, disusulnya perjalanan Cindur Mato. Di waktu tersusul, terjadilah perkelahian hidup mati. Yang mati ialah Tihang Bungkuk.

Ketika tahu bahwa anaknya mati terbunuh oleh Cindur Mato, bukan main berangnya Imbang Jaya (ayah Tihang Bungkuk). Dikerahkannya pasukan menyerang. Kerajaan Pagaruyung, yang memang tidak punya prajurit untuk berperang, dibakar punah jadi abu. Tak terkecuali istana Bunda Kandung.

Bunda Kandung, Dang Tuanku dan Puti Bungsu sempat menghindarke suatu tempat. Lunang namanya. Letaknya di timur Indrapura. Di sanalah mereka sampai akhir hayatnya. Kubur mereka disusun bersisian. Lama kemudian Cindur Mato pun menyusul pula ke sana. Setelah dia meninggal, kuburannya agak tersisih dari ketiga kuburan yang lain. Kuburan itu hingga kini masih terpelihara.

Sepeninggal ahli waris kerajaan itu, singgasana Pagaruyung diduduki oleh Bendahara dari Sungai Tarab. Dia salah seorang anggota Basa IV Balai, saudara sepupu Bunda Kandung.  

Sumber: Buku Cerita dari Sumatera Barat 3
Penulis : A. A Navis 
Ilustrasi : Gerdi WK
Desain Sampul: Antonius Kuntra Raharjo 
Penerbit: PT. Grasindo Tahun 2001

Selasa, 29 September 2015

TIMUN MAS



TIMUN MAS
Di suatu desa hiduplah seorang janda tua yang bernama mbok Sarni. Tiap hari dia menghabiskan waktunya sendirian, karena mbok Sarni tidak memiliki seorang anak. Sebenarnya dia ingin sekali mempunyai anak, agar bisa membantunya bekerja.
Pada suatu sore pergilah mbok Sarni ke hutan untuk mencari kayu, dan ditengah jalan mbok Sarni bertemu dengan raksasa yang sangat besar sekali. Hei, mau kemana kamu ? tanya si Raksasa. Aku hanya mau mengumpulkan kayu bakar, jadi ijinkanlah aku lewat, jawab mbok Sarni Hahaha.. kamu boleh lewat setelah kamu memberiku seorang anak manusia untuk aku santap, kata si Raksasa. Lalu mbok Sarni menjawab. Tetapi aku tidak mempunyai anak.
Setelah mbok Sarni mengatakan bahwa dia tidak punya anak dan ingin sekali punya anak, maka si raksasa mmberinya biji mentimun. Raksasa itu berkata, wahai wanita tua, ini aku berikan kamu biji mentimun. Tanamlah biji ini di halaman rumahmu, dan setelah dua minggu kamu akan mendapatkan seorang anak. Tetapi ingat, serahkan anak itu setelah usianya enam tahun.
Setelah dua minggu, mentimun itu nampak berbuah sangat lebat dan ada salah satu mentimun yang cukup besar. Mbok Sarni kemudian mengambilanya, dan setelah dibelah ternyata isinya adalah seorang bayi yang sangat cantik jelita. Bayi itu kemudian diberi nama timun emas. Anak itu tumbuh besar menjadi gadis yang sangat cantik. Setelah gadis itu berumur 6 tahun datanglah si raksasa itu untuk menagih janji, tapi mbok Sarni memohon agar memberi kesempatan untuk masih bersama Timun Mas, si raksasa memberi kesempatan kepada Mbok Sarni sampai usia Timun Mas berumur 17 tahun.
Tibalah saatnya Timun mas berumur 17 tahun, si raksasa datang kembali untuk menagih janji, tapi Timun Mas lari untuk menyelamatkan diri agar tidak menjadi santapan si raksasa, Raksasa mengetahui Bahwa Timun Mas telah melarikamn diri, dan menejarnya. Dengan jimat” yang dimikili Timun Mas , akhirnya Ia bisa mengalahkan si Raksasa dan Timun Mas pun Hidup bahagia dengan Mbok Sarni.

LEGENDA BUAYA PUTIH DI MALUKU

LEGENDA BUAYA PUTIH DI MALUKU
Pernahkah anda datang ke Danau Wisata Tolire, Ternate, Maluku ???? Tahukah anda danau tersebut bukan hanya indah tetapi juga menyimpan kemisteriusan. Salah satunya adalah jika kita melempar apapun , sekeras apapun ke dalam danau maka benda tersebut tidak akan pernah mengenai permukaan air danau tersebut. Dipercaya juga buaya putih hidup didanau tersebut. Menurut penduduk setempat kejadian tersebut tidak lepas dari legenda danau tersebut secara turun temurun.
DANAU TORILE
Maluku memang masih sangat terasa kental keindahan alamnya, salah satunya yang dikenal adalah danau Tolire. Danau wisata yang terletak sekitar 10 km dari pusat kota Ternate ini selain mengandung keindahan juga menyimpan misteri.
Danau Tolire berada di bawah kaki Gunung Gamalama, gunung api tertinggi di Maluku Utara. Di sisi kanan hamparan tanaman jati emas dan pepohonan Jambulang (buah khas Ternate, disisi barat, atau di belakang saat menghadap danau, deretan pohon kelapa dan luasnya laut dan sunset sore hari merupakan pemandangan spesial khas Tolire.inggi
Danau Telire terdiri dari dua buah danau, yaitu Danau Tolire Besar dan Danau Tolire Kecil. Jarak antara keduanya hanya sekitar 200 meter. Uniknya danau Tolire besat sekilas terlihat seperti kuali besar karema dikelilingi tebing-tebing  tinggi dari gunung Gamalama. Danau air tawar ini juga dihuni oleh banyak ikan-ikan air tawar. Berdasarkan sejarah geologi, terbentuknya Danau Tolire adalah akibat dari letusan freatik yang pernah terjadi di daerah ini.
LEGENDA
Dahulu kala di lokasi tersebut merupakan sebuah desa/perkampungan. Warga desa tersebut hidup sejahtera dan mempunyai tali persaudaraan yang kuat, sehingga tidaklah aneh jika semua warga di desa tersebut saling mengenal pribadi satu sama lain. Sampai suatu ketika terjadi kejadian yang diluar dugaan.
Seorang ayah menghamili anaknya sendiri. Kejadian tersebut akhirnya diketahui masyarakat sekitar dan membuat seluruh warga marah. Mereka mengutuk sang ayah dan anak tersebut dan mengusir mereka dari desa. Karena terpaksa dan merasa malu maka ayah dan anak tersebut pergi meninggalkan desa . ketika mereka melangkahkan kaki pergi dari desa suatu kejadian aneh terjadi.
Konon katanya seketika tempat mereka (ayah dan anak itu) berpijak terbelah akibat gempa dahsyat secara tiba-tiba. Sang penguasa murka dan menghukum ayah, anak, beserta desa tersebut menjadi dua buah danau. Satu danau besar yang kemudian disebut tolire besar (lamo) yang menggambarkan sang ayah. Satu lagi danau yang lebih kecil yang disebut Tolire kecil (ici) yang mencerminkan sang anak.
Sampai ekarang kedua danau tersebut masih ada sampai sekarang. Menurut masyarakat kedalaman danau Tolire tidak terukur. Konon katanya para warga desa tersebut sekarang berubah menjadi buaya putih yang melindungi danau sampai sekarang. Penduduk setempat meyakini danau tersebut dihuni oleh ratusan buaya putih berukuran sekitar 10 meter yang kerap kali menamoakkan dirinya. Itu sebabnya mengapa pengunjung dilaang berendam, berenang, bahkan memancing di danau Tolire, karena mereka percaya barang siapa yang mengganggu danau akan menjadi mangsa buaya putih.
 
Semoga artikel ini bermanfaat bagi anda para pembaca :)