Sabtu, 13 Juni 2015

Sejarah Topeng Dongkrek, Kesenian Asli Madiun


Sejarah Kesenian Topeng Dongkrek diperkirakan dimulai pada kisaran tahun 1900 an dan dipercaya pertama kali diciptakan oleh R. Bei Lo Prawirodipuro yang pada kisaran tahun tersebut menjabat sebagai Palang (Jabatan yang membawahi 4-5 Kepala Desa) di Mejayan.


Diceritakan bahwa Daerah Menjayan terkena wabah penyakit (Pageblug). Ketika siang sakit, sore hari meninggal, atau pagi sakit malam harinya meninggal dunia. Sebagai seorang pemimpin, Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro merenung untuk mencari metode yang tepat untuk penyelesaian atas wabah penyakit yang menimpa rakyatnya. Setelah melakukan renungan, meditasi, dan bertapa di gunung kidul Caruban, dia mendapatkan wangsit untuk membuat semacam tarian atau kesenian yang bisa mengusir bala tersebut.

Dalam cerita tersebut, wangsit menggambarkan para punggawa kerajaan roh halus atau pasukan gendruwo menyerang penduduk Caruban dapat diusir dengan menggiring mereka keluar dari wilayah Caruban. Maka dibuatlah semacam kesenian yang melukiskan fragmentasi pengusiran roh halus yang membawa pagebluk tersebut.

Pada awal perkembangannya, Seni Dongkrek hidup dan berkembang dengan begitu pesat dan menjadi Kesenian Rakyat paling populer di masa itu, namun masa kejayaannya tidaklah berlangsung lama, berangsur tapi pasti Dongkrek surut dan tak lagi diminati, sebab kemundurannya pun tidak jelas, mungkin karena sifatnya yang statis yang menimbulkan kejenuhan peminatnya atau masuknya beberapa kesenian lain terutama dari Jawa Tengah yang hingga saat ini pun masih sangat diminati oleh Masyarakat Caruban.

Selain Perkiraan tersebut, adapula kemungkinan yang mengatakan bahwa susutnya minat terhadap Seni Dongkrek masih ada hubungannya dengan meninggalnya sang pencipta yang memang semasa hidupnya terkenal sebagai orang sakti dan mempunyai kewibawaan yang besar. Jadi surutnya Dongkrek karena ditinggalkan oleh pencipta dan mungkin sekaligus sebagai satu-satunya pembina yang tangguh, ampuh dan berwibawa.

Sementara itu menurut Jaecken (2011:3), Kesenian ini mengalami masa kejayaan pada rentang tahun 1867-1902 dan setelah itu, perkembangannya mengalami pasang surut seiring pergantian kondisi politik di Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, dongkrek sempat dilarang oleh pemerintahan Belanda untuk dipertontonkan dan dijadikan pertunjukan rakyat. Hal ini dikarenakan mereka kawatir apabila dongkrek terus berkembang, bisa digunakan sebagai media penggalang kekuatan untuk melawan pemerintahan Belanda. Saat masa kejayaan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun, kesenian ini dikesankan sebagai kesenian “genjergenjer” yang dikembangkan PKI untuk memperdaya masyarakat umum. Sehingga kesenian dongkrek mengalami masa pasang surut akibat imbas politik. Tahun 1973, dongkrek digali dan kembali dikembangkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupeten Madiun bersama Propinsi Jawa Timur (Jaecken, 2011: 3).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar